JAKARTA — Panthera Jagat News. Dunia hukum Indonesia kembali diguncang dengan tuntutan berat terhadap pengusaha Hendry Lie dalam kasus dugaan korupsi besar-besaran pengelolaan komoditas timah. Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Feraldy Abraham Harahap, secara tegas menuntut Hendry dengan pidana 18 tahun penjara serta denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (22/5).
Tak hanya itu, jaksa juga menuntut Hendry untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 1,6 triliun. Jika tidak dilunasi dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka jaksa akan menyita dan melelang harta bendanya. Bila asetnya tidak mencukupi, Hendry akan dikenai pidana penjara tambahan selama 10 tahun.
“Perbuatan terdakwa telah menyebabkan kerugian negara yang sangat besar, termasuk kerugian dalam bentuk kerusakan lingkungan yang sangat masif. Terdakwa juga telah menikmati hasil tindak pidananya,” ujar jaksa Feraldy dalam persidangan.
Dalam pertimbangannya, jaksa menyebut bahwa perbuatan Hendry Lie bukan hanya menyebabkan kerugian finansial negara, namun juga berdampak pada kerusakan lingkungan yang masif. Hal ini dianggap sebagai bentuk nyata pengabaian terhadap prinsip pembangunan berkelanjutan dan tanggung jawab sosial dalam pengelolaan sumber daya alam.
Jaksa menambahkan bahwa Hendry Lie tidak mendukung program pemerintah dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Hal ini menjadi salah satu alasan pemberatan dalam tuntutan.
Namun demikian, jaksa juga mengakui adanya satu hal meringankan, yakni Hendry belum pernah dihukum sebelumnya.
Hendry Lie didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sesuai dengan dakwaan primer jaksa.
Dalam sidang dakwaan yang digelar pada 30 Januari 2025, jaksa menyatakan bahwa Hendry Lie merupakan pemegang saham mayoritas PT Tinindo Internusa, sebuah perusahaan smelter timah swasta yang bekerja sama dengan BUMN PT Timah.
Melalui kerja sama tersebut, jaksa menuduh Hendry memperkaya diri sendiri dan perusahaannya sebesar Rp 1.059.577.589.599,19 atau lebih dari Rp 1 triliun.
Tuntutan terhadap Hendry Lie menjadi salah satu kasus korupsi sektor sumber daya alam terbesar tahun ini yang melibatkan kalangan swasta. Kasus ini mendapat sorotan luas karena menyangkut pengelolaan sumber daya alam strategis nasional serta implikasi besar terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar wilayah tambang.
Dengan tuntutan pidana berat dan kewajiban ganti rugi triliunan rupiah, publik kini menantikan langkah Majelis Hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap Hendry Lie. Apakah vonis yang akan dijatuhkan nanti akan sesuai dengan tuntutan jaksa atau terdapat pertimbangan lain yang meringankan?
Putusan pengadilan terhadap Hendry Lie diharapkan menjadi preseden penting dalam penegakan hukum atas kejahatan ekonomi dan korupsi lingkungan di Indonesia. (Red)