Rp5 Miliar Dana BTT Diduga Raib, BPK Ungkap Skandal Bansos Bodong di Pemkab Fakfak

9fb9c9be b328 4a0d b4cd
8 / 100

Fakfak – Panthera Jagat News. Awan gelap menggantung di atas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Fakfak, Papua Barat, menyusul temuan mencengangkan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lembaga audit negara itu membongkar skandal bantuan sosial bodong senilai lebih dari Rp5,01 miliar dari pos Belanja Tidak Terduga (BTT) Tahun Anggaran 2023, yang hingga kini belum dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan Nomor: 38.B/LHP/XIX.MAN/08/2024, yang dirilis BPK pada 29 Agustus 2024, terungkap bahwa dari total Rp14,07 miliar dana BTT yang digelontorkan Pemkab Fakfak, sebagian besar penggunaannya sarat kejanggalan dan tidak sesuai prosedur.

BPK mengidentifikasi adanya 1.315 penerima bantuan sosial tidak terencana sepanjang tahun 2023. Namun, dari jumlah itu, sebanyak 582 penerima tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas dana yang diterima. Lebih mencurigakan lagi, beberapa penerima tidak bisa dihubungi sama sekali, membuka dugaan adanya data penerima fiktif atau praktik peminjaman nama yang disinyalir dilakukan dengan perlindungan oknum dalam pemerintahan.

Laporan BPK juga memuat rincian penyimpangan yang mengarah pada dugaan korupsi terstruktur. Di antaranya:

  • Rp141,89 juta disalurkan ke 14 penerima tanpa bukti pengeluaran sah—tak ada kuitansi atau dokumen pendukung apa pun.
  • Rp13 juta didistribusikan tidak sesuai dokumen Rencana Kebutuhan Belanja (RKB), mengindikasikan adanya manipulasi administratif.
  • Rp12 juta dicairkan atas nama warga yang mengaku tidak pernah menerima bantuan.
  • Sejumlah kuitansi pengobatan tidak sah digunakan sebagai bukti pertanggungjawaban, padahal tidak valid secara hukum maupun administratif.

Temuan ini mencoreng kredibilitas tata kelola keuangan daerah, sekaligus menggambarkan lemahnya sistem pengawasan dan kontrol internal Pemkab Fakfak.

Fakta lain yang menjadi sorotan ialah lonjakan drastis anggaran BTT dari tahun ke tahun. Tahun 2022, total BTT hanya Rp11,7 miliar, namun pada 2023 melonjak menjadi Rp14,07 miliar — naik 20,16%. Ironisnya, sebagian besar dana dikelola oleh Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setda, dengan rincian:

  • Rp8,13 miliar untuk biaya pengobatan dan rujukan pasien ke luar daerah
  • Rp700 juta untuk biaya pemulangan jenazah
  • Rp2,38 miliar untuk transportasi kegiatan luar daerah
  • Rp5,6 juta untuk bantuan studi mahasiswa

Namun dengan banyaknya penyimpangan yang ditemukan, publik kini mempertanyakan: berapa persen dari anggaran tersebut benar-benar diterima oleh yang berhak?

Pemkab Fakfak memang memiliki dasar hukum untuk penggunaan BTT melalui Peraturan Bupati Nomor 19 Tahun 2021. Namun, dalam praktiknya, lemahnya pengawasan dan tidak berfungsinya mekanisme kontrol justru membuka ruang luas bagi penyalahgunaan anggaran.

BPK menegaskan bahwa apa yang terjadi merupakan pelanggaran terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas, serta berpotensi melanggar hukum secara serius.

Kasus ini bukan hanya persoalan administratif, melainkan menyangkut miliaran rupiah uang rakyat yang diduga digelapkan. Oleh karena itu, BPK menyerukan tindakan tegas:

  • Audit investigatif lanjutan
  • Pemanggilan dan pemeriksaan semua pihak terkait
  • Publikasi data penerima bantuan secara terbuka

Jika tidak segera ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, kasus ini bisa menjadi bom waktu politik dan hukum di Fakfak, serta mencoreng kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah daerah.

Kini bola panas ada di tangan penegak hukum. BPK telah membuka pintu skandal ini — tinggal menunggu siapa yang berani membongkar siapa dalang di balik hilangnya Rp5 miliar lebih uang rakyat Fakfak. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *