Jakarta – Seputar Jagat News. Jum’at, 10 Januari 2025. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan terhadap rumah seorang mantan Direktur Utama (Dirut) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terindikasi terlibat dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas pembiayaan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Meskipun identitas mantan Dirut yang dimaksud belum diumumkan secara resmi, informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa individu tersebut berasal dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengonfirmasi bahwa penggeledahan dilakukan pada Kamis, 9 Januari 2025, dengan tujuan untuk mencari barang bukti yang relevan dalam penyidikan kasus ini. “Penyidik KPK telah melakukan penggeledahan terhadap salah satu rumah mantan Direktur Utama BUMN di Jakarta,” kata Tessa dalam keterangan tertulisnya.
Dalam penggeledahan tersebut, tim penyidik berhasil menyita beberapa barang bukti, di antaranya tiga unit sepeda motor Vespa Piaggio dengan total nilai mencapai sekitar Rp 1,5 miliar, yang terdiri dari kendaraan berwarna hitam, krem, dan merah. Selain itu, penyidik juga mengamankan sebuah mobil merek Wuling senilai sekitar Rp 350 juta, serta sejumlah barang bukti elektronik dan dokumen yang diduga berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani. Barang-barang tersebut selanjutnya dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dianalisis lebih lanjut.
Tessa menjelaskan bahwa aset-aset yang disita tersebut diduga terkait dengan aliran dana hasil tindak pidana korupsi dalam kasus ini. “Kendaraan dan aset lainnya yang disita diduga merupakan hasil dari tindak pidana korupsi terkait perkara ini,” tegasnya.
KPK juga mengingatkan kepada masyarakat bahwa setiap upaya untuk menyembunyikan, menerima, atau menampung harta yang terkait dengan tersangka korupsi dapat berakibat pada jeratan hukum. “Kami mengingatkan kepada siapa pun agar tidak turut serta dalam upaya menyembunyikan atau menampung harta yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Jika terbukti, pihak-pihak tersebut akan dijerat dengan hukum sesuai dengan UU Tindak Pidana Korupsi (TPK) dan/atau UU Pencucian Uang,” ujar Tessa.
Kasus ini berkaitan dengan dugaan praktik korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh LPEI, yang terus berkembang. KPK sejauh ini telah menetapkan tujuh tersangka dalam perkara ini, dan berdasarkan penyelidikan lebih lanjut, sangat memungkinkan akan ada penambahan jumlah tersangka. “Kami akan terus mempelajari perkara ini, dan kami pastikan pihak-pihak lain yang terlibat dalam tindak pidana ini akan dimintakan pertanggungjawaban pidananya,” tambah Tessa.
Selain itu, KPK mengungkapkan temuan baru dalam pengembangan penyidikan, terkait modus “tambal sulam” dalam pemberian fasilitas kredit oleh LPEI. Modus ini melibatkan debitur yang terus berutang dan membayar utang dengan dana pinjaman baru, yang diduga kuat melibatkan praktik rasuah dalam prosesnya. “Kerugian negara diperkirakan mencapai hingga Rp 1 triliun akibat praktik ini,” ujar Tessa.
Sebagai langkah tindak lanjut, KPK telah menyita sejumlah aset milik para tersangka, termasuk 44 bidang tanah dan bangunan dengan nilai sekitar Rp 200 miliar. Penyidik KPK terus mendalami kasus ini untuk memastikan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam korupsi ini dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
Penyidikan kasus korupsi pemberian fasilitas kredit LPEI ini dimulai sejak 19 Maret 2024, dan diperkirakan akan terus berkembang seiring dengan pengungkapan bukti-bukti baru yang terus ditemukan oleh tim penyidik. KPK menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini dengan transparansi dan keadilan, demi memastikan akuntabilitas dan integritas dalam pengelolaan dana negara. (Red)