Dana PIP di MI Cisuren Diduga Dipotong, Kemenag Sukabumi Pilih Bungkam

IMG 20240912 WA0005
8 / 100

Kabupaten Sukabumi – Panthera Jagat News. Kamis, 29 Mei 2025. Dugaan penyalahgunaan dana Program Indonesia Pintar (PIP) kembali mencuat, kali ini menyeret nama Madrasah Ibtidaiyah (MI) Cisuren yang berlokasi di Desa Sindangraja, Kecamatan Curug Kembar, Kabupaten Sukabumi. Ironisnya, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sukabumi yang semestinya bersikap terbuka dan bertanggung jawab, justru terkesan enggan memberikan klarifikasi resmi atas persoalan ini.

PIP merupakan program pemerintah pusat yang bertujuan meringankan beban pendidikan siswa dari keluarga tidak mampu, dengan memberikan bantuan langsung dalam bentuk dana tunai. Namun di MI Cisuren, sejumlah wali murid mengaku tidak mengetahui secara pasti jumlah pencairan dan penggunaan dana PIP yang semestinya diterima oleh anak-anak mereka.

Salah satu wali murid berinisial SN mengungkapkan kepada Seputarjagat News bahwa terdapat selisih signifikan antara nominal yang semestinya diterima dengan dana yang disalurkan oleh pihak sekolah.

“Saya menerima dana PIP tersebut dari kepala sekolah (Didin). Setiap pencairan, seharusnya saya menerima Rp450.000, namun yang diberikan kepada saya hanya Rp250.000. Semua siswa penerima diperlakukan sama. Saat itu, ada sekitar 40 siswa penerima,” ujar SN.

SN menambahkan bahwa pada momen tertentu seperti acara kenaikan kelas, nominal dana yang diterima bahkan semakin berkurang menjadi hanya Rp150.000.

Saat dimintai tanggapan, Kepala MI Cisuren, Didin, membantah adanya pemotongan dana. Dalam pernyataannya melalui sambungan telepon, Didin menegaskan bahwa pihak sekolah selalu melakukan pendistribusian dana secara transparan.

“Saya tidak pernah memotong dana PIP milik siswa. Dalam setiap pertemuan, saya memberitahukan kepada para orang tua siapa saja yang menerima bantuan dan berapa jumlahnya, disaksikan langsung oleh para orang tua dan aparat desa,” ucapnya, terdengar gugup.

Lebih jauh, seorang guru MI yang enggan disebutkan namanya mengatakan kepada media bahwa praktik pemotongan dana PIP tidak hanya terjadi di MI Cisuren, tetapi juga di sejumlah MI lainnya. Ia menambahkan bahwa pengawas sekolah serta pihak Kemenag Kabupaten Sukabumi diduga ikut diam dalam persoalan ini, seolah-olah mengetahui namun tidak bertindak.

Untuk mengklarifikasi isu ini, awak media Seputarjagat News mendatangi Kantor Kemenag Kabupaten Sukabumi pada 27 Mei 2025 dan diterima oleh Humas, Sri Ida. Namun, Sri mengaku belum memiliki wewenang untuk menjawab pertanyaan media.

“Saya sampai saat ini belum diberi wewenang untuk menjawab pertanyaan media. Kita juga perlu mengecek dulu ke lapangan, apakah benar dana PIP-nya sudah cair,” ujarnya terkesan menghindar.

Setelah diberi informasi bahwa dana tersebut memang sudah cair, lengkap dengan nama sekolah dan kepala sekolahnya, Sri lalu mengarahkan wartawan untuk bertemu staf seksi pendidikan madrasah (Mapenda), karena kepala seksi Mapenda, Maman, sedang tidak berada di kantor.

Staf Mapenda, Dede Sukma, saat ditemui, mengaku baru mengetahui informasi dugaan pemotongan dana PIP dari laporan media.

“Kami baru tahu ada masalah pemotongan ini hari ini dari media Seputarjagat News. Kami akan memetakan permasalahannya terlebih dahulu dan mencari tahu sejak kapan kejadian ini berlangsung, serta bagaimana mekanisme penerimaan PIP tersebut,” ujar Dede.

Namun, saat dialog berlangsung, staf lain terlihat memfoto awak media menggunakan ponsel atas arahan Kasi Mapenda, sebuah tindakan yang dinilai janggal dan mencurigakan.

Tanggapan juga datang dari penggiat anti-korupsi, SNW, yang mengkritisi sikap tertutup pihak Kemenag.

“Sikap tertutup dari lembaga pemerintah justru bisa menjadi indikasi awal adanya praktik penyimpangan. Jika Kemenag tidak bersedia memberikan penjelasan secara transparan, maka wajar publik mencurigai adanya potensi penyalahgunaan dana. Padahal dana PIP adalah hak siswa miskin,” tegas SNW.

Kasus ini menambah deretan dugaan penyelewengan dana bantuan pendidikan di daerah, yang seharusnya menjadi jaring pengaman sosial bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu. Ketertutupan informasi dan lambannya respons dari instansi terkait menjadi sorotan utama publik yang menuntut transparansi dan akuntabilitas.

(HSN/DS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *