Jakarta – Panthera Jagat News. Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, mengharapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengikuti ketentuan penyadapan yang diatur dalam revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Sahroni yakin bahwa mengikuti aturan yang tercantum dalam KUHAP tidak akan mengganggu kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.
“Sebaiknya KPK mengikuti KUHAP. Jangan menggunakan aturan lain. Pedomani KUHAP, itu akan lebih baik,” ungkap Sahroni saat dihubungi oleh wartawan pada Rabu (26/3).
Sahroni percaya bahwa meskipun KUHAP mengatur soal penyadapan secara lebih rinci, hal itu tidak akan menghambat proses penyelidikan dan penyidikan yang selama ini telah berjalan dengan baik di tubuh KPK. “KPK punya sistem kerja yang sudah bagus selama ini, jadi saya yakin aturan baru tidak akan mengganggu kinerja mereka,” lanjutnya.
Pernyataan Sahroni ini muncul menyusul komentar dari pihak KPK yang sebelumnya menyatakan akan tetap menggunakan prinsip lex spesialis dalam hal penyadapan, yang berarti bahwa KPK mengacu pada ketentuan yang lebih khusus dalam Undang-Undang KPK, meskipun ada revisi dalam KUHAP.
Menurut Sahroni, jika dua undang-undang mengatur hal yang sama, maka yang berlaku adalah undang-undang yang terbaru. “Kalau ada dua UU yang mengatur hal serupa, kita harus mengikuti yang terbaru. Itu sudah jelas, yang terbaru yang berlaku,” tegasnya. Ia khawatir jika KPK tetap menggunakan UU KPK yang lama, sementara revisi KUHAP sudah diundangkan, hal tersebut akan memicu polemik dan kebingungannya bagi banyak pihak.
Meski begitu, Sahroni memastikan bahwa pembahasan tentang RUU KUHAP masih akan melibatkan diskusi dengan berbagai pihak, termasuk KPK, untuk memastikan tidak ada kesalahpahaman dan agar semua pihak bisa memahami aturan dengan benar sesuai dengan harapan bangsa dan negara.
Sementara itu, pihak KPK mempertahankan pendapatnya terkait kewenangan penyadapan. Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menjelaskan bahwa KPK tetap menjalankan kewenangan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP, kecuali diatur berbeda oleh UU KPK. “KPK menjalankan kewenangan berdasarkan KUHAP, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang KPK. Selama ini seperti itu, lex spesialis,” ujarnya.
Wakil Ketua KPK lainnya, Johanis Tanak, menambahkan bahwa penyadapan dalam KUHAP lebih bersifat umum dan dapat dilakukan dalam berbagai jenis tindak pidana, bukan hanya korupsi. Menurutnya, penyadapan oleh KPK tetap berpedoman pada ketentuan dalam UU KPK, yang lebih spesifik dalam menangani kasus korupsi.
“Penyadapan dalam KUHAP lebih bersifat umum karena bisa dilakukan dalam berbagai jenis perkara, sementara yang diatur dalam UU KPK lebih khusus,” jelas Tanak. Dengan prinsip lex spesialis derogat legi generalis, KPK berpendapat bahwa kewenangan penyadapan mereka sudah sah berdasarkan UU KPK tanpa harus mengikuti ketentuan dalam KUHAP.
Kendati demikian, perbedaan pandangan ini tetap akan dibahas lebih lanjut dalam rapat-rapat lanjutan antara DPR, KPK, dan pihak terkait lainnya guna mencapai kesepakatan yang terbaik demi kelancaran pemberantasan korupsi di Indonesia. (Red)