Cianjur – PHANTERAJAGATNEWS. Sabtu, 22 Februari 2025. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Seputar Jagat News, terungkap sejumlah kejanggalan yang mencuat terkait Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Miftahul Huda yang berlokasi di Kampung Pasir Randu, RT 02/RW 12, Desa Ciranjang, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. PKBM ini terdaftar dengan NPSN 2962895 dan telah memiliki Surat Keputusan (SK) Pendirian Sekolah dengan nomor 474/01-Pm/VIII/2019 yang diterbitkan pada tanggal 1 Mei 2019.
Menurut data yang tercatat di Dapodik (Data Pokok Pendidikan) yang diinput oleh Kepala Sekolah, Ari Rizki Ramdani, bersama dengan operator Rizky Ramdani, PKBM Miftahul Huda memiliki jumlah pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) sebanyak 27 orang, terdiri dari 15 guru laki-laki, 6 guru perempuan, serta 5 tenaga pendidikan laki-laki dan 1 tenaga pendidikan perempuan. Sementara itu, jumlah peserta didik tercatat sebanyak 565 orang yang terdiri dari 282 laki-laki dan 283 perempuan, berdasarkan sinkronisasi data pada tanggal 30 Desember 2024.
PKBM ini juga tercatat memiliki 17 rombongan belajar (Rombel) dengan fasilitas yang diinput dalam Dapodik, di antaranya 12 ruang kelas, 1 ruang perpustakaan, 1 ruang guru, 4 ruang toilet, dan 1 ruang bangunan. Lebih lanjut, PKBM ini menerima dana Alokasi Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BOSP) kesetaraan reguler dengan total sebesar Rp 518.080.000. Dana tersebut diperuntukkan untuk program Paket A (5 siswa), Paket B (62 siswa), dan Paket C (228 siswa), yang telah diterima pada bulan Januari 2025. Rincian dana yang diterima adalah sebagai berikut:
- Paket A: 5 siswa x Rp 1.320.000 = Rp 6.600.000
- Paket B: 62 siswa x Rp 1.520.000 = Rp 94.240.000
- Paket C: 228 siswa x Rp 1.830.000 = Rp 417.240.000
Penerimaan tersebut juga diduga tidak jauh beda dengan 2023 dan 2024.
Namun, hasil investigasi yang dilakukan oleh tim media Seputar Jagat News menemukan ketidaksesuaian antara data yang tercatat di Dapodik dengan kondisi nyata di lapangan. Meskipun dalam Dapodik tercatat bahwa terdapat 12 ruang kelas, kenyataannya hanya ada satu ruang kelas baru berukuran 6×7 meter yang dilengkapi dengan sekitar 6 meja belajar anak-anak, namun tanpa kursi. Selain itu, meskipun di Dapodik tercatat ada ruang perpustakaan dan 4 ruang toilet, namun saat pemeriksaan di lapangan tidak ditemukan adanya perpustakaan ataupun toilet yang sesuai dengan data tersebut.
Lebih mencengangkan lagi, dugaan manipulasi data semakin menguat ketika operator dan kepala sekolah PKBM tersebut diduga sengaja menginput data yang tidak mencerminkan kondisi riil. Berdasarkan keterangan dari RT 02/RW 12, Asep, kepada awak media, PKBM Miftahul Huda baru saja membangun gedung kelas ukuran 6×7 meter dengan bantuan pemerintah pada tahun 2024. Namun, Asep mengaku tidak mengetahui sumber anggaran bantuan tersebut. Sebelumnya, proses pembelajaran di PKBM ini sempat menumpang di Yayasan MI milik orang lain.
Asep juga menyatakan bahwa jumlah siswa yang mengikuti pembelajaran di PKBM Miftahul Huda lebih dari 30 orang, meskipun ia tidak mengetahui secara pasti apakah mereka tergabung dalam Paket A, B, atau C. Sebagian besar kegiatan pembelajaran dilaksanakan di gedung baru tersebut, yang dimulai dari pagi hingga pukul 14.00, sementara sebelumnya kegiatan dilakukan di MI pada sore hari setelah jam sekolah.
Pada 16 Februari 2025, awak media menemui seseorang yang mengaku sebagai sekretaris PKBM Miftahul Huda, yang berinisial “Jae.” Ia menjelaskan bahwa selain sebagai sekretaris, ia juga bertugas sebagai tutor untuk Paket C, kelas 10, 11, dan 12, dengan mengajar bahasa Sunda. Jae mengaku hanya mengajar sekali dalam seminggu pada hari Kamis dengan durasi 2 jam pelajaran per kelas. Namun, ketika ditanya mengenai jumlah siswa yang diajar, Jae menjawab dengan kebingungan, menyebutkan bahwa jumlah siswa bervariasi, kadang antara 10 hingga 20 siswa, bahkan ada yang mencapai 30 siswa. Kejanggalan semakin terlihat ketika Jae mengaku tidak tahu jumlah rombongan belajar (rombels) yang ada di PKBM tersebut, meskipun data di Dapodik menyebutkan adanya 17 rombel.
Ketika awak media berusaha mengonfirmasi hal ini kepada Kepala Sekolah Ari Rizki Ramdani melalui pesan WhatsApp, hingga berita ini diterbitkan, pihak kepala sekolah belum memberikan klarifikasi atau tanggapan resmi.
Tanggapan keras datang dari penggiat anti-korupsi, Sambodo Ngesti Waspodo, yang juga Ketua Umum Paguyuban Maung Sagara. Menurut Sambodo, dugaan manipulasi data ini sangat merugikan negara, terutama karena melibatkan penggunaan dana publik. Ia menduga bahwa ada keterlibatan pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur dalam pembiaran penyimpangan ini. Sambodo dengan tegas meminta agar Aparat Penegak Hukum, baik Kejaksaan maupun Kepolisian di Kabupaten Cianjur, segera menuntaskan permasalahan ini. Ia juga mengingatkan adanya instruksi Presiden Prabowo Subianto kepada Jaksa Agung, Kapolri, BPKP, dan KPK untuk menuntaskan kasus-kasus dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan negara, agar tidak ada lagi kebocoran anggaran negara.
Kasus ini membutuhkan perhatian serius dari pihak berwenang untuk mengusut tuntas dugaan manipulasi data dan penggunaan dana yang tidak sesuai prosedur. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap alokasi dana untuk pendidikan disalurkan dengan tepat dan tidak disalahgunakan.
(HSN/DS)