Mahfud MD Soroti Nasib Tragis Hakim Djuyamto: Dari Simbol Integritas, Kini Terseret Suap Rp 22,5 Miliar

Screenshot 2025 05 15 140414
9 / 100

JAKARTA, 15 Mei 2025 — Panthera Jagat News. Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menyoroti nasib tragis yang dialami sejumlah hakim jujur di Indonesia. Ia menilai, keberanian dan integritas di lingkungan peradilan seringkali tidak mendapat dukungan, bahkan justru berujung pada penyingkiran. Salah satu contoh paling mencolok adalah Hakim Djuyamto.

Mahfud mengungkapkan bahwa Djuyamto pernah menjadi simbol perlawanan terhadap praktik kolusi di lembaga peradilan. Pada 2011, Djuyamto mendatangi Komisi Yudisial (KY) untuk menyatakan tekadnya memberantas kolusi di pengadilan. “Dia katakan, ‘Pak, kami akan memutus mata rantai kolusi di pengadilan. Ini harus diakhiri, pengadilan harus bersih,’” ujar Mahfud dalam pernyataannya.

Djuyamto bahkan mengusulkan agar gaji hakim dinaikkan sebagai langkah preventif terhadap praktik suap dan korupsi. Namun, usulan tersebut tidak mendapat sambutan baik dari Mahkamah Agung (MA). “Dia justru dimarahi pimpinannya karena dianggap memalukan dengan permintaan kenaikan gaji,” tutur Mahfud.

Tidak lama setelah itu, pada 2012, Djuyamto dipindahkan ke daerah terpencil di luar Pulau Jawa. Mahfud menggambarkan pemindahan tersebut sebagai ‘dibuang ke tempat kuntilanak’. Djuyamto bahkan sempat kembali ke KY dan mengeluhkan: “Pak, mau berbuat baik kok susah, saya dibuang ke sana sekarang.”

Namun, nasib karier Djuyamto yang sempat menanjak kembali saat ia bertugas di Jakarta, justru menemui ujung yang tragis. Pada April 2025, ia ditetapkan sebagai tersangka kasus suap senilai Rp 22,5 miliar dalam perkara vonis lepas tiga korporasi besar sawit: Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group dalam ekspor crude palm oil (CPO).

Diduga Terima Suap dalam Dua Tahap
Djuyamto, yang menjabat Ketua Majelis Hakim di PN Jakarta Pusat, diduga menerima uang suap bersama dua hakim lain, Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AL). Dana suap disebut diberikan oleh Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), dalam dua tahap:

  • Rp 4,5 miliar di awal
  • Rp 18 miliar antara September–Oktober 2024

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa uang tersebut kemudian dibagikan di sekitar kawasan Bank BRI Pasar Baru, Jakarta Pusat.

  • ASB menerima sekitar Rp 4,5 miliar
  • Djuyamto menerima Rp 6 miliar
  • AL menerima Rp 5 miliar

Uang tersebut diduga diberikan sebagai imbalan untuk mengeluarkan putusan lepas (onslag) terhadap ketiga perusahaan tersebut.

Profil Djuyamto: Dari Karier Gemilang ke Tersangka
Djuyamto lahir di Sukoharjo, 18 Desember 1967, dan menyelesaikan pendidikan S1 hingga doktoralnya di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo. Ia pernah bertugas di sejumlah pengadilan, seperti PN Tanjungpandan, Temanggung, Karawang, Dompu, Bekasi, hingga Jakarta Utara dan Jakarta Selatan.

Di lingkungan peradilan, Djuyamto dikenal luas. Ia pernah menjadi hakim ketua dalam perkara penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan, dan menjatuhkan vonis ringan yang sempat menuai kritik publik.

Ia juga menjadi hakim anggota dalam sidang obstruction of justice pembunuhan Brigadir J, serta dikenal sebagai hakim tunggal dalam sidang praperadilan yang diajukan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto melawan KPK — permohonan tersebut ditolaknya.

Tunjukkan Itikad Baik, Tapi Tetap Jadi Tersangka
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Djuyamto sempat mendatangi Gedung Kejaksaan Agung seorang diri pada Minggu, 13 April 2025, pukul 02.05 WIB dini hari. Kepada media, ia menyatakan ingin memberikan klarifikasi secara langsung sebagai bentuk itikad baik.

“Saya mau datang ke Kejagung untuk memberikan klarifikasi sebagai ketua majelis perkara tersebut,” kata Djuyamto. Namun, saat itu penyidik sudah tidak berada di lokasi.

Kejaksaan Agung tetap menetapkan Djuyamto bersama dua hakim lainnya sebagai tersangka. Nasib mantan simbol integritas itu kini menjadi ironi di tengah upaya panjang reformasi hukum di Indonesia. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *