Kejati Kaltim Selidiki Dugaan Korupsi Rp5,04 Triliun oleh PT PTB di Terminal Batu Bara Muara Berau

kejati kaltim tangani kasus dugaan korupsi rp504 triliun pt ptb 683132c7cd546
5 / 100

Samarinda – Panthera Jagat News. Kasus dugaan korupsi fantastis yang melibatkan perusahaan berinisial PT PTB di wilayah operasional ship to ship (STS) Terminal Muara Berau dan Muara Jawa, Kalimantan Timur, mulai memasuki babak baru. Tak hanya menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), perkara dengan nilai kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp5,04 triliun ini kini resmi ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim).

Laporan tersebut dilayangkan oleh organisasi masyarakat sipil Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKKI) pada pertengahan Mei 2025. Tujuannya, agar penegakan hukum dapat dilakukan lebih dekat dengan lokasi kejadian sekaligus memudahkan proses pemantauan.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Toni Yuswanto, membenarkan bahwa laporan ARUKKI telah diterima oleh pihaknya dan saat ini tengah dalam penanganan bidang Tindak Pidana Khusus.

“Saat ini kasusnya sedang ditangani oleh Tindak Pidana Khusus Kejati Kaltim untuk didalami lebih lanjut,” ujarnya kepada wartawan pada Jumat (23/5/2025).

Sebelumnya, laporan serupa juga telah disampaikan ARUKKI ke Kejaksaan Agung dan KPK di Jakarta, namun laporan ke Kejati Kaltim dianggap lebih strategis untuk efektivitas penanganan.

Dalam laporannya, ARUKKI mengungkap bahwa PT PTB diduga melakukan pungutan liar dalam aktivitas bongkar muat batu bara di terminal STS tersebut. Perusahaan memungut tarif sebesar USD 1,97 per metrik ton batu bara dengan alasan penggunaan fasilitas floating crane. Namun, dari nominal tersebut, USD 0,80 per ton diduga masuk ke rekening PT PTB tanpa dasar hukum yang jelas.

Ironisnya, PT PTB disebut tidak memiliki fasilitas floating crane seperti yang dijadikan dasar penarikan tarif tersebut. Praktik ini telah berlangsung sejak Juli 2023, dengan total volume ekspor mencapai 250 juta metrik ton batu bara. Jika dikalkulasi, potensi kerugian negara dari praktik ini ditaksir mencapai USD 300 juta atau sekitar Rp5,04 triliun.

Lebih jauh, ARUKKI juga menyoroti bahwa aktivitas PT PTB tersebut tidak pernah mendapatkan persetujuan dari Gubernur Kalimantan Timur maupun koordinasi dengan otoritas pelabuhan. Padahal, sesuai aturan Kementerian Perhubungan, wilayah konsesi pelabuhan harus ditetapkan melalui proses transparan dan melibatkan pemerintah daerah.

Menariknya, Surat Rekomendasi dari Menteri Perhubungan RI tertanggal 24 Juli 2023 yang sempat dijadikan dasar penetapan tarif oleh PT PTB telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta pada 18 September 2024. Namun demikian, PT PTB kini sedang mengajukan kasasi atas putusan tersebut.

Sampai berita ini diterbitkan, Wakil Ketua ARUKKI, M. Munari, belum dapat dikonfirmasi mengenai langkah lanjutan dan perkembangan laporan hukum yang telah mereka ajukan. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *