Jakarta Dikejutkan Skandal Korupsi Proyek Data Nasional, Miliaran Uang Tunai dan Mobil Mewah Disita Jaksa

Screenshot 2025 05 23 073008
8 / 100

Jakarta — Panthera Jagat News. Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengungkap skandal korupsi besar dalam proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang dikelola Kementerian Komunikasi dan Digital (dahulu Kominfo). Dalam operasi penggeledahan di berbagai lokasi strategis, aparat menyita uang tunai lebih dari Rp 1,7 miliar, tiga unit mobil mewah, hingga logam mulia seberat 176 gram.

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, dalam konferensi pers yang digelar Kamis (22/5), merinci lokasi penggeledahan yang mencakup sejumlah kantor pemerintah dan swasta serta properti pribadi para tersangka. Lokasi-lokasi tersebut meliputi kantor Kementerian Komunikasi dan Digital, PT Pinang Alif Teknologi, PT Docotel di Jakarta Selatan, apartemen dan rumah di Jakarta Pusat, Cilandak, Bogor, hingga Tangerang Selatan.

“Selain menyita uang tunai senilai Rp 1.781.097.828, kami juga mengamankan tiga mobil dari dua tersangka, 176 gram logam mulia, tujuh sertifikat hak milik atas tanah, 346 dokumen penting, serta 55 barang bukti elektronik,” ujar Safrianto.

Lima Tersangka, Termasuk Eks Dirjen Kominfo
Lima orang resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini, termasuk mantan pejabat tinggi di Kementerian Kominfo:

  • Semuel Abrizani Pangerapan (SAP) – Mantan Dirjen Aplikasi Informatika Pemerintahan Kominfo (2016–2024)
  • Bambang Dwi Anggono (BDA) – Mantan Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan (2019–2023)
  • Nova Zanda (NZ) – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PDNS (2020–2024)
  • Ifi Asman (AA) – Direktur Bisnis PT Aplika Nusa Lintasarta (2014–2023)
  • Pini Panggar Agusti (PPA) – Account Manager PT Docotel Teknologi (2017–2021)

Menurut penyelidikan, proyek PDNS ini sengaja dibentuk secara terpisah dari mandat Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 yang mengatur pembentukan Pusat Data Nasional (PDN) sebagai bagian dari Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Alih-alih mengintegrasikan data secara nasional dan mandiri, para tersangka justru membentuk versi sementara untuk kepentingan pribadi.

“Pendirian PDNS oleh Kominfo pada 2019 adalah rekayasa para tersangka untuk mendapatkan keuntungan pribadi melalui manipulasi proyek,” tegas Safrianto.

Lebih jauh, jaksa mengungkap bahwa proyek ini dilaksanakan dengan cara yang sarat penyimpangan. Perusahaan pelaksana mensubkontrakkan proyek ke pihak ketiga dan menggunakan peralatan yang tidak memenuhi standar teknis. Tindakan ini bertujuan agar harga bisa ditekan dan keuntungan mengalir ke pejabat Kominfo dalam bentuk suap.

“Barang-barang yang digunakan tidak sesuai spesifikasi. Tujuannya jelas: untuk menekan biaya dan mendapatkan kickback dalam bentuk suap,” terang Safrianto.

Proyek Bernilai Hampir Rp 1 Triliun
Total dana proyek PDNS mencapai Rp 959.485.181.470 yang tersebar selama lima tahun anggaran:

  • 2020: Rp 60.378.450.000
  • 2021: Rp 102.671.346.360
  • 2022: Rp 188.900.000.000
  • 2023: Rp 350.959.942.158
  • 2024: Rp 256.575.442.952

Selama lima tahun tersebut, praktik pengondisian proyek dan penggelembungan anggaran diduga berlangsung sistematis, dengan keterlibatan antara pejabat negara dan pihak swasta yang memiliki kepentingan dalam pelaksanaan proyek.

Kini, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Namun, perubahan nama ini tampaknya tidak mampu menutupi luka lama yang ditinggalkan praktik korupsi dalam tubuh kementerian.

Kejaksaan memastikan proses hukum akan terus berlanjut dan tak menutup kemungkinan adanya tersangka baru. Sementara itu, publik menanti pengembalian kerugian negara dan penegakan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

“Penegakan hukum tidak boleh pandang bulu. Ini langkah awal membersihkan tata kelola proyek digital nasional,” pungkas Safrianto. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *