Dugaan Korupsi Mengemuka, Kejati Bengkulu Sita Lahan dan Bangunan Mega Mall Milik Pemkot

Screenshot 2025 05 22 090852
8 / 100

BENGKULU – Panthera Jagat News. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu kembali mengungkap kasus dugaan korupsi besar yang melibatkan aset strategis milik pemerintah daerah. Pada Rabu, 21 Mei 2025, tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati menyita lahan dan bangunan Pasar Tradisional Modern (PTM) Mega Mall Kota Bengkulu, sebagai bagian dari penyidikan kasus korupsi pengelolaan aset daerah yang ditaksir menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp 50 miliar.

Penyitaan dilakukan terhadap tanah seluas 15.662 meter persegi yang merupakan aset Pemerintah Kota Bengkulu. Proses penyitaan dilaksanakan dengan pengamanan ketat dari empat anggota TNI Polisi Militer Korem 041 Garuda Emas, mengingat tingginya sensitivitas lokasi yang selama ini menjadi pusat aktivitas ekonomi masyarakat.

“Kami pastikan bahwa penyitaan ini tidak akan mengganggu operasional Mega Mall, termasuk aktivitas para penyewa dan pengunjung. Kegiatan komersial tetap berjalan seperti biasa,” tegas Asisten Pidana Khusus Kejati Bengkulu, Suwarsono, SH.MH, yang memimpin langsung proses penyitaan.

Kasus ini bermula dari dugaan pelanggaran hukum dalam pengelolaan lahan yang sejak tahun 2004 berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik Pemkot Bengkulu. Namun, seiring berjalannya waktu, lahan tersebut berubah status menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan bahkan terpecah menjadi dua SHGB—masing-masing untuk lahan Mega Mall dan lahan pasar.

Perubahan status hukum lahan itu menjadi titik awal dari rangkaian dugaan penyimpangan. Setelah memperoleh SHGB, pihak pengelola Mega Mall diduga mengagunkan lahan tersebut ke bank untuk memperoleh pinjaman, namun gagal membayar. Untuk menutupi utang, lahan itu kembali diagunkan ke bank lain, hingga akhirnya kembali dialihkan dan dijaminkan ke pihak ketiga.

“Ini skema pinjaman berantai yang sangat berisiko dan menyalahi prosedur hukum, apalagi menyangkut aset milik pemerintah,” ungkap sumber internal penegak hukum.

Kejati Bengkulu menyoroti bahwa jika pola pelanggaran ini tidak segera dihentikan, lahan milik Pemda terancam berpindah tangan permanen, terutama jika pinjaman kepada pihak ketiga juga gagal dilunasi oleh PTM.

Ironisnya, sejak pertama kali berdiri, PTM Mega Mall tidak pernah memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah. Tidak ada pemasukan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang semestinya diterima Pemkot Bengkulu dari pemanfaatan lahan tersebut, sehingga memperparah kerugian negara yang mencapai puluhan miliar rupiah.

Dalam pengembangan penyidikan, Kejati telah memeriksa puluhan saksi, termasuk Ahmad Kanedi, yang menjabat sebagai Walikota Bengkulu periode 2007–2012. Ia diduga mengetahui detail sistem kerja sama antara Pemkot dan pihak Mega Mall yang sudah berlangsung sejak awal pengelolaan aset pada 2004.

“Kami terus mendalami keterlibatan berbagai pihak yang terindikasi mengetahui atau bahkan memfasilitasi perubahan status aset ini secara melawan hukum,” ujar Suwarsono.

Kejati Bengkulu menegaskan bahwa proses hukum masih berjalan dan kemungkinan akan berkembang ke arah penetapan tersangka. Perhitungan final atas nilai kerugian negara juga masih dilakukan untuk memastikan nilai pasti dari kebocoran anggaran akibat penyalahgunaan aset.

Kasus ini menjadi salah satu indikasi kuat bagaimana aset strategis daerah bisa disalahgunakan melalui praktik administrasi yang lemah dan pengawasan yang minim. Kejati Bengkulu kini berupaya memastikan agar aset negara tidak berpindah tangan secara ilegal, serta mendorong akuntabilitas dalam tata kelola keuangan dan properti milik daerah. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *