JAKARTA — Panthera Jagat News. Persidangan kasus dugaan korupsi yang melibatkan kegiatan lebur dan cap emas batangan di Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam memasuki babak baru. Jaksa penuntut umum (JPU) membeberkan modus sejumlah pihak swasta yang membeli emas bahan dengan harga murah dan menjadikannya bernilai tinggi usai dilebur dan dicap dengan logo resmi Antam dan sertifikat London Bullion Market Association (LBMA).
Dalam analisis yuridis surat tuntutan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, JPU mengungkap bahwa terdakwa Lindawati Effendi bersama enam terdakwa lainnya dari pihak swasta memanfaatkan fasilitas lebur dan cap emas di UBPP LM PT Antam untuk meraup keuntungan besar.
“Mereka memperoleh emas bahan yang digunakan untuk kegiatan lebur cap dan emas cucian di UBPP LM dengan cara membeli emas dengan harga lebih murah dari harga buyback emas batangan yang ditetapkan setiap hari oleh UBPP LM,” ujar jaksa.
Setelah emas tersebut dilebur dan dicap dengan logo Logam Mulia (LM) dan sertifikat LBMA milik PT Antam, nilainya melonjak menjadi setara dengan harga resmi emas Antam yang dirilis setiap hari. Padahal, emas tersebut bukan merupakan produk resmi milik PT Antam, melainkan emas milik para pelanggan, yakni Lindawati dan rekan-rekannya.
Adapun sertifikasi LBMA menjadi nilai tambah utama karena menjamin emas tersebut memiliki kadar kemurnian 99,99 persen dan tidak berasal dari tambang ilegal, tidak terlibat pelanggaran HAM, terorisme, ataupun tindak kejahatan lain.
“Emas batangan merek LM dengan nomor seri dan sertifikasi LBMA yang diterima para terdakwa mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai emas bahan sebelum dilakukan kegiatan lebur cap,” tegas jaksa.
Jaksa juga menyebut bahwa terdapat peningkatan nilai ekonomis secara signifikan dari emas batangan setelah dicap, yang seluruhnya dinikmati oleh para terdakwa dari pihak swasta.
Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung menetapkan total 13 terdakwa yang terbagi menjadi dua klaster: tujuh orang dari pihak swasta dan enam orang mantan pejabat UBPP LM PT Antam.
Tujuh terdakwa dari pihak swasta terdiri atas:
- Lindawati Effendi
- Suryadi Lukmantara
- Suryadi Jonathan
- James Tamponawas
- Ho Kioen Tjay
- Djudju Tanuwidjaja
- Gloria Asih Rahayu
Sementara enam mantan pejabat PT Antam yang diseret dalam kasus ini antara lain:
- Tutik Kustiningsih, Vice President UBPP LM (5 Sept 2008 – 31 Jan 2011)
- Herman, Vice President UBPP LM (1 Feb 2011 – 28 Feb 2013)
- Tri Hartono, General Manager UBPP LM (1 Mar – 14 Mei 2013)
- Abdul Hadi Aviciena, SVP UBPP LM (1 Agustus 2017 – 5 Maret 2019)
- [Nama tidak disebutkan], General Manager UBPP LM (6 Maret 2019 – 31 Desember 2020)
- Iwan Dahlan, General Manager UBPP LM (1 Januari 2021 – 30 April 2022)
Seluruh proses persidangan terhadap 13 terdakwa ini dipisah berdasarkan klaster pejabat BUMN dan pihak swasta, namun saling berkaitan dalam modus dugaan manipulasi harga dan sertifikasi emas melalui jalur legal UBPP LM Antam.
Perkara ini menjadi sorotan publik karena melibatkan proses resmi yang seharusnya hanya berlaku untuk logam mulia produksi Antam, namun diduga dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi oleh pelanggan dengan bantuan orang dalam perusahaan. (Red)