Jakarta — Panthera Jagat News. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengusut tuntas skandal korupsi dana hibah di Provinsi Jawa Timur dengan memanggil sejumlah saksi penting, salah satunya mantan Ketua DPRD Jawa Timur, Kusnadi, dalam kapasitasnya sebagai saksi atas dugaan korupsi dalam pengurusan dana hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari APBD Jatim periode 2019 hingga 2022.
Kusnadi diperiksa bersama dua saksi lainnya, yakni Sumantri yang diketahui berprofesi sebagai petani, dan Teguh Pambudi, seorang notaris. Ketiganya menjalani pemeriksaan di Polresta Banyuwangi, Jawa Timur.
“Pemeriksaan dilakukan di Polresta Banyuwangi,” kata Budi Prasetyo, Juru Bicara KPK, dalam keterangan resminya, Rabu (14/5/2025).
Selain itu, KPK juga memanggil dua pihak swasta lainnya, yaitu Jodi Pradana Putra dan Bagus Pradana Putra, yang diperiksa di lokasi berbeda, yakni kantor BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Timur, Jalan Raya Bandara Juanda No. 38, Kabupaten Sidoarjo.
Meski para saksi telah dijadwalkan menjalani pemeriksaan, KPK belum membeberkan secara rinci materi penyidikan maupun fokus pemeriksaan terhadap mereka. Namun, kehadiran nama besar seperti Kusnadi tentu menjadi sorotan mengingat posisinya yang strategis dalam struktur pemerintahan provinsi saat itu.
21 Tersangka Telah Ditetapkan
Pemanggilan ini merupakan bagian dari pengembangan penyidikan kasus dugaan suap alokasi dana hibah yang diusulkan melalui mekanisme pokok-pokok pikiran (Pokir) dari anggota legislatif kepada kelompok masyarakat (Pokmas).
Sejauh ini, KPK telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka, terdiri atas 4 penerima suap dan 17 pemberi suap.
“Dalam Sprindik tersebut, KPK telah menetapkan 21 tersangka, yaitu 4 tersangka penerima dan 17 lainnya sebagai tersangka pemberi,” ungkap Tessa Mahardhika, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (12/7/2024).
Dari empat tersangka penerima suap, tiga di antaranya merupakan penyelenggara negara, sementara satu lainnya adalah staf dari penyelenggara negara tersebut.
Sementara itu, dari 17 tersangka pemberi suap, 15 orang berasal dari kalangan swasta, dan dua lainnya adalah penyelenggara negara. KPK menegaskan bahwa detail nama-nama dan peran masing-masing tersangka akan diumumkan secara resmi setelah proses penyidikan dianggap cukup.
Skema Korupsi: Manipulasi Dana Hibah Lewat Pokir
Kasus ini menyoroti manipulasi dalam alokasi dana hibah APBD yang seharusnya ditujukan untuk membantu kelompok masyarakat (Pokmas). Mekanisme Pokir yang semestinya digunakan oleh legislatif untuk menyalurkan aspirasi masyarakat diduga dimanfaatkan untuk mengatur besaran dan distribusi dana hibah secara tidak sah demi keuntungan pribadi.
Modusnya melibatkan sejumlah pihak, mulai dari penyelenggara negara, staf pendukung, hingga pihak swasta yang menjadi pemberi suap agar proyek atau dana hibah bisa “diatur” atau dimuluskan pencairannya.
Komitmen KPK: Bongkar Jaringan Suap Dana Hibah
Kasus ini menambah panjang daftar korupsi dana hibah di tingkat daerah yang menyeret para pejabat publik. KPK menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini secara transparan dan profesional.
“Kami ingin memastikan bahwa seluruh alokasi anggaran yang bersumber dari APBD digunakan tepat sasaran untuk kepentingan rakyat, bukan dijadikan alat transaksi politik maupun bisnis pribadi,” ujar salah satu penyidik KPK secara terpisah.
Dengan diperiksanya tokoh-tokoh sentral seperti Kusnadi, besar kemungkinan bahwa proses penyidikan akan menjalar lebih luas, menyasar nama-nama lainnya yang memiliki keterlibatan langsung atau tidak langsung dalam skema korupsi ini.
“Mengenai nama tersangka dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan para tersangka akan disampaikan kepada teman-teman media pada waktunya bilamana penyidikan dianggap telah cukup,” tegas Tessa. (Red)