Ledakan Maut di Garut: Jenderal Dudung Ungkap Sumber Bukan dari Amunisi, Tapi Detonator

682302a61b059
8 / 100

Jakarta – Panthera Jagat News. Tragedi ledakan mematikan yang merenggut nyawa 13 orang di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, kini mulai menemukan titik terang. Jenderal (Purn) TNI Dudung Abdurachman, Penasihat Khusus Presiden Bidang Pertahanan Nasional, mengungkap kronologi sebenarnya dari insiden mengerikan tersebut.

Bukan amunisi yang menjadi sumber ledakan, melainkan detonator yang meledak tak terkendali saat proses pemusnahan sedang berlangsung.

“Jadi ledakan itu bukan dari amunisi, justru dari detonator,” kata Dudung dalam siaran langsung, Selasa (13/5/2025).

Dudung menjelaskan bahwa proses pemusnahan amunisi expired saat itu dilakukan di tiga lokasi berbeda. Dua lubang pertama berhasil menjalani proses peledakan tanpa insiden. Namun masalah muncul di lubang ketiga, yang khusus digunakan untuk pemusnahan detonator—alat pemicu ledakan.

“Detonator dimasukkan ke dalam dua drum, lalu dimasukkan ke lubang yang telah digali. Biasanya, proses ini menggunakan air laut agar lebih cepat. Tapi tiba-tiba saat dimasukkan ke lubang, terjadi ledakan,” terangnya.

Dudung mendapatkan informasi kronologi dari Kolonel Cpl Antonius, salah satu korban tewas dalam peristiwa tersebut. Ia menyebut Antonius adalah mantan anak buahnya saat menjabat Dandim Mabes TNI, dan mereka baru saja bertemu tiga minggu lalu.

“Semalam saya melayat ke rumah duka. Karena memang korban Kolonel Antonius itu mantan anak buah saya. Kami cukup dekat, tiga minggu lalu kami sempat ngobrol-ngobrol,” kata Dudung dengan nada haru.

Informasi yang disampaikan oleh Dudung juga telah dikonfirmasi langsung ke Dandim Garut, memperkuat kesimpulan bahwa ledakan bersumber dari detonator, bukan dari amunisi yang sebelumnya dianggap sebagai pemicu.

Dalam pernyataan terpisah, Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, menyebut bahwa warga yang menjadi korban sebenarnya sedang mengumpulkan bekas granat, mortir, dan serpihan logam usai proses peledakan amunisi.

Kristomei menegaskan bahwa aktivitas semacam itu memang kerap dilakukan warga setiap kali ada pemusnahan amunisi kadaluarsa, karena sisa-sisa logam bisa dijual atau dimanfaatkan.

“Biasanya selesai peledakan, masyarakat datang untuk ambil serpihan logam seperti tembaga atau besi dari granat dan mortir. Tapi ternyata, masih ada bom atau detonator yang belum meledak,” ujar Kristomei dalam live TV, Senin (12/5/2025).

Hal inilah yang diduga menjadi penyebab ledakan susulan, yang menghantam warga dan personel yang sudah berada di lokasi, mengira semuanya telah aman.

Insiden ini menimbulkan banyak pertanyaan soal prosedur keamanan dalam pemusnahan bahan peledak, termasuk bagaimana pengamanan terhadap masyarakat sekitar dilakukan. Fakta bahwa warga bisa berada sedekat itu dengan lokasi ledakan menunjukkan potensi kecerobohan atau kelalaian prosedural yang harus diusut lebih dalam.

Baik Dudung maupun Kristomei sepakat bahwa investigasi menyeluruh perlu dilakukan untuk memastikan penyebab pasti ledakan, serta mengevaluasi protokol pengamanan pada operasi pemusnahan bahan peledak militer.

Masyarakat dan keluarga korban pun kini menunggu transparansi dari TNI dan pemerintah atas tragedi yang menyisakan duka mendalam ini.

Peristiwa ini menjadi pengingat betapa pentingnya prosedur keselamatan yang ketat dalam menangani bahan berbahaya—agar kejadian serupa tak kembali terulang. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *