AJI Soroti Ketimpangan Regulasi: Kreator Konten Bebas, Jurnalis Kena PHK Massal

Screenshot 2025 05 12 153356
8 / 100

Jakarta – Panthera Jagat News. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengkritik keras ketimpangan regulasi antara pekerja media massa dan kreator konten digital yang dinilai memperburuk krisis pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri pers. Di tengah gelombang transformasi digital yang masif, ketidaksetaraan aturan dinilai menjadi penyebab utama tergesernya media arus utama dari arus informasi publik.

Ketua Divisi Ketenagakerjaan AJI, Caesar Akbar, mengungkapkan bahwa perusahaan pers konvensional dan jurnalisnya terikat oleh Undang-Undang Pers, kode etik jurnalistik, serta berbagai regulasi ketat lainnya. Di sisi lain, para kreator konten digital justru beroperasi dengan kebebasan nyaris tanpa batas.

“Yang paling penting adalah adanya level playing field antara industri pers dengan pelaku media sosial atau kreator konten. Perusahaan media diatur oleh kode etik, undang-undang, dan regulasi lainnya,” ujar Caesar saat diwawancarai Beritasatu.com, Minggu (11/5/2025).

Kondisi ini, menurut Caesar, menyebabkan beban berat pada jurnalis profesional yang harus mematuhi standar verifikasi dan etika jurnalistik, sementara di sisi lain kreator konten dapat dengan leluasa menyebarkan informasi yang bahkan belum tentu faktual.

Fenomena ini dinilai semakin menekan industri media yang tengah menghadapi disrupsi digital dan penurunan pendapatan. PHK massal pun menjadi konsekuensi nyata yang tak terhindarkan bagi banyak media massa.

“Pers diwajibkan menyampaikan informasi yang memenuhi unsur 5W+1H dan menjunjung etika, termasuk tidak memuat konten SARA. Sementara kreator konten bebas menyebarkan isu liar tanpa panduan etik atau sanksi hukum yang jelas,” tegas Caesar.

AJI menyoroti bahwa maraknya informasi viral di media sosial sering kali lebih dipercaya publik dibandingkan produk jurnalistik, meskipun kebenaran kontennya tidak terjamin. Situasi ini menimbulkan ironi: jurnalis profesional yang berpegang pada etika justru tersingkir, sementara konten viral yang menyesatkan kian mendominasi.

“Ini seperti pertarungan antara petinju profesional dengan petarung jalanan. Pers harus bermain sesuai aturan, sementara konten kreator bebas tanpa batas,” tambah Caesar.

AJI mendesak pemerintah dan pemangku kebijakan untuk segera menyusun regulasi yang adil dan setara antara industri pers dan pelaku media digital, guna menciptakan iklim kompetisi yang sehat dan melindungi keberlangsungan jurnalisme yang berkualitas di era digital ini. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *