Sukabumi – Panthera Jagat News. Polemik pengelolaan dana pengadaan bibit tanaman buah oleh dua kelompok tani di Desa Buniwangi, Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, menjadi sorotan tajam masyarakat. Dugaan penyalahgunaan Dana Desa (DD) oleh Kepala Desa Buniwangi, Hermawan Rudiansyah, kini ramai diperbincangkan warga setelah muncul kejanggalan dalam realisasi dana ketahanan pangan tahun 2024.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Seputarjagat News, dana ketahanan pangan tersebut dialokasikan untuk dua kelompok tani: Kelompok Tani Karya Muda, yang diketuai oleh Ustadz Rdw, dan Kelompok Tani Mandiri, yang sebelumnya dipimpin oleh mantan kepala desa (alm.) dan kini digantikan oleh anaknya berinisial ID.
Masing-masing kelompok menerima transfer dana sebesar Rp34 juta, sehingga total anggaran yang disalurkan mencapai Rp68 juta. Dana ini ditujukan untuk pembelian bibit durian dan jambu kristal bersertifikat.
Namun, menurut keterangan Ustadz Rdw kepada awak media, dana tersebut diambil kembali oleh Kepala Desa setelah masuk ke rekening kelompok tani. “Setelah ditransfer, uangnya langsung diminta kembali oleh Pak Kades. Padahal pembelanjaan seharusnya dilakukan oleh kelompok tani, bukan kades,” ujarnya.
Masalah semakin mencuat setelah bibit yang datang ke desa diketahui tidak sesuai dengan peruntukan awal. Dari total dana yang dicairkan, disuplai sebanyak 1.000 pohon durian dan 500 pohon jambu kristal. Namun menurut penuturan Ustadz Rdw, bibit durian yang datang merupakan durian lokal yang tidak bersertifikat, bukan sesuai dengan rencana awal.
“Kalau memang kades yang mau belanja, kenapa mesti transfer dulu ke rekening kelompok? Ini kan terkesan hanya akal-akalan,” katanya.
Menurut keterangan Penyuluh Pertanian berinisial BB, harga bibit durian tanpa sertifikat di pasaran sekitar Rp15.000 per batang, dan jambu kristal seharga Rp12.000. Dengan rincian tersebut, maka pembelanjaan:
- 2.000 bibit durian × Rp15.000 = Rp30.000.000
- 1.000 bibit jambu kristal × Rp12.000 = Rp12.000.000
Total pengeluaran hanya Rp42 juta, sementara dana yang ditarik oleh Kepala Desa mencapai Rp68 juta, menyisakan selisih dana Rp26 juta yang hingga kini belum jelas peruntukannya. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa terdapat penyelewengan dana desa.
Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kepala Desa Buniwangi Hermawan Rudiansyah (BH) mengakui bahwa dana tersebut berasal dari anggaran desa tahun 2024. Namun, ia membantah menggunakan uang itu untuk kepentingan pribadi.
“Saya hanya mengamankan dan mengawal agar dana tersebut terealisasi dengan baik dan tidak jadi masalah di kemudian hari,” ujar BH.
Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya menyebut bahwa tindakan Kepala Desa terkesan seperti modus untuk mengelabui proses pencairan dana desa.
“Kalau untuk mengamankan, kenapa harus ambil alih belanja dan uangnya ditarik? Kelompok tani hanya dijadikan tameng untuk mencairkan anggaran. Bahkan bibitnya dibeli dari saudara kandungnya sendiri di Desa Gandasoli, Kecamatan Cikakak. Ini sudah terkesan dirancang sejak awal,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pernyataan yang disebut beredar di masyarakat, bahwa Kades Buniwangi mengatakan: “Biarin aja lah pemberitaan mah, nanti ketika diperiksa Inspektorat akan saya nego-kan.”
Pernyataan ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat mengenai integritas penggunaan dana negara, dan menjadi preseden buruk jika penyalahgunaan anggaran bisa dinegosiasikan di tingkat pengawasan. (HSN)