KEJAGUNG PERINTAHKAN POLRI USUT TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM KASUS PAGAR LAUT TANGERANG

67dbcc02eec4a
8 / 100

Jakarta – PANTHERAJAGATNEWS. Kamis, 27 Maret 2025. Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) secara resmi meminta Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus pembangunan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Permintaan ini didasarkan pada hasil analisis yuridis Jaksa Penuntut Umum (JPU) setelah menerima berkas perkara terkait kasus tersebut.

“Berdasarkan hasil kajian hukum yang telah dilakukan, Jaksa Penuntut Umum memberikan petunjuk agar penyidikan perkara ini diarahkan ke ranah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,” tegas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangannya pada Selasa (25/3/2025).

Sejalan dengan petunjuk tersebut, Kejagung kembali melimpahkan berkas perkara kepada penyidik Bareskrim untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. “Koordinasi lebih lanjut dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menjadi langkah krusial guna memastikan penyidikan berjalan secara profesional, objektif, dan akuntabel,” tambah Harli.

Dalam perkembangan penyidikan, JPU mengidentifikasi indikasi kuat adanya praktik gratifikasi dan suap dalam proses penerbitan sertifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna bangunan (SHGB), serta izin-izin terkait lainnya. Dugaan ini mengarah pada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Kepala Desa Kohod, Arsin, serta tiga tersangka lainnya.

“Penyidikan mengungkap adanya dugaan pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik, serta penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, termasuk Kepala Desa dan Sekretaris Desa Kohod,” ungkap Harli.

Lebih lanjut, Kejagung menegaskan bahwa pemalsuan dokumen tersebut diduga kuat telah mengakibatkan kerugian keuangan negara serta berdampak pada perekonomian nasional. Hasil analisis awal menunjukkan bahwa penerbitan sertifikat yang diduga tidak sah tersebut bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi secara ilegal dalam proyek pengembangan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tropical Coastland.

“Ditemukan potensi besar kerugian negara akibat penguasaan wilayah laut secara ilegal, termasuk penerbitan izin dan sertifikat tanpa adanya izin reklamasi maupun izin Pemanfaatan Kawasan Konservasi dan Pemanfaatan Ruang Laut (PKK-PR Laut) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Harli lebih lanjut.

Kasus pagar laut di perairan Tangerang pertama kali mencuat ke publik setelah viral di media sosial pada awal tahun 2025. Struktur pagar sepanjang 30,16 kilometer yang membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji ini menyerupai labirin dan diduga kuat menghambat aktivitas nelayan setempat. Identitas pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar tersebut sempat menjadi teka-teki hingga penyelidikan lebih lanjut mengungkap keterlibatan beberapa pejabat desa dalam dugaan tindak pidana korupsi.

Selain penyelidikan yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Bareskrim Polri juga tengah menangani kasus dugaan pemalsuan dokumen terkait permohonan hak atas tanah di area pagar laut tersebut. Dalam perkara pemalsuan dokumen ini, penyidik telah menetapkan empat tersangka, yakni Kepala Desa Kohod Arsin, Sekretaris Desa Kohod Ujang Karta (UK), serta dua individu lainnya, SP dan CE, yang berperan sebagai penerima kuasa untuk pembuatan surat palsu.

“Berdasarkan hasil gelar perkara, kami sepakat menetapkan empat tersangka yang diduga kuat terlibat dalam pemalsuan dokumen administrasi untuk mengajukan permohonan hak atas tanah secara ilegal,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, dalam pernyataannya pada 19 Februari 2025.

Kejagung dan Polri berkomitmen untuk menuntaskan perkara ini sesuai dengan prinsip penegakan hukum yang transparan dan berkeadilan. Seluruh pihak yang terbukti terlibat akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku guna memberikan kepastian hukum serta mencegah terjadinya praktik korupsi serupa di masa mendatang. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *