Sukabumi – PHANTERAJAGATNEWS. Minggu, 16 Februari 2025.
Program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) merupakan inisiatif Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Perumahan dan Permukiman sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Program ini bertujuan untuk memberikan bantuan material kepada warga yang memiliki lahan sendiri dan membutuhkan perbaikan rumah agar layak huni. Namun, dugaan penyalahgunaan wewenang oleh aparatur desa mencoreng tujuan mulia program tersebut di Desa Sinar Bentang, Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi.
Berdasarkan hasil investigasi yang dihimpun oleh tim Seputarjagat News, Desa Sinar Bentang mendapatkan alokasi 60 unit bantuan Rutilahu dengan total nilai bantuan per unit sebesar Rp 17,5 juta. Bantuan tersebut diberikan dalam bentuk material bangunan, meliputi hebel sebanyak 7 kubik, semen 25 sak, genteng 500 unit, kusen, kayu kuda-kuda atap, besi 25 batang, serta kloset. Adapun ukuran rumah yang direnovasi adalah 4×5 meter. Namun, dalam implementasinya, ditemukan berbagai dugaan penyimpangan yang mengindikasikan adanya tindak pidana korupsi.
Modus Operandi Dugaan Korupsi
Dugaan kuat mengarah pada kolusi antara Kepala Desa Sinar Bentang (S), istrinya (Yan), serta Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) berinisial (CS). Modus yang diduga dilakukan adalah sebagai berikut:
- Manipulasi Data dan Pemalsuan Kwitansi
- Material yang diterima oleh penerima manfaat tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam regulasi Dinas Perumahan dan Permukiman Provinsi Jawa Barat.
- Penerima manfaat menerima material berdasarkan kebutuhan mereka, bukan berdasarkan daftar material yang seharusnya mereka terima.
- Kwitansi penerimaan barang tetap dibuat sesuai spesifikasi yang diatur pemerintah, meskipun realitas di lapangan berbeda. Sebagai contoh, jika penerima manfaat tidak membutuhkan genteng, namun lebih memerlukan bahan lain, maka material diberikan sesuai permintaan, tetapi dalam laporan administrasi tetap dicatat sebagai genteng.
- Penyalahgunaan Alokasi Dana dan Dugaan Penggelapan
- Seorang warga berinisial (A) (50) mengungkapkan kepada tim media bahwa penerima manfaat hanya menerima material senilai Rp 7 juta hingga Rp 10 juta, jauh di bawah nilai seharusnya, yaitu Rp 16,25 juta per unit (Rp 17,5 juta dikurangi ongkos kerja Rp 750.000 dan biaya laporan TPK Rp 500.000).
- Diperkirakan terdapat selisih dana sekitar Rp 6 juta per unit yang tidak disalurkan sebagaimana mestinya.
- Jika dikalikan dengan 60 unit, maka total dugaan penggelapan dana mencapai Rp 360 juta.
- Pengalihan Dana ke Pihak Tidak Berwenang
- Menurut sumber yang enggan disebutkan namanya, mekanisme penyaluran dana Rutilahu seharusnya dilakukan melalui LPM, yang kemudian mentransfer dana ke toko bangunan berbadan hukum yang telah diverifikasi oleh Dinas Perumahan dan Permukiman Jawa Barat.
- Untuk Kecamatan Cidolog dan Kecamatan Sagaranten, toko resmi yang telah diverifikasi adalah salah satu gudang material di Sagaranten.
- Namun, dalam kasus Desa Sinar Bentang, LPM diduga tidak menyalurkan dana ke toko resmi, melainkan mentransfer dana sebesar Rp 1,05 miliar (untuk 60 unit) ke rekening pribadi atas nama Yan, istri Kades Sinar Bentang, yang memiliki toko kecil bernama TB. Intan.
- Dari toko inilah material disalurkan kepada penerima manfaat, meskipun toko tersebut tidak memiliki legalitas sebagai penyedia barang untuk program Rutilahu.
Tuntutan Penyelesaian Hukum
Menanggapi dugaan skandal ini, seorang aktivis anti-korupsi Kabupaten Sukabumi berinisial (RB) menyatakan bahwa tidak mungkin LPM melakukan transfer dana sebesar Rp 1,05 miliar kepada istri Kades tanpa adanya intervensi dari Kades itu sendiri. Menurutnya, hal ini mengindikasikan adanya kepentingan pribadi dalam pengadaan material yang dilakukan secara melanggar ketentuan.
RB mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi, untuk segera melakukan penyelidikan dan mengusut tuntas dugaan korupsi ini. Sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto, kebocoran anggaran negara harus segera diberantas, dan seluruh dana yang diselewengkan harus dikembalikan kepada negara.
Sejalan dengan instruksi Presiden, langkah tegas perlu diambil oleh Kejaksaan Agung, Kepolisian, BPKP, dan KPK dalam menindaklanjuti kasus ini. Jika terbukti bersalah, para pelaku dapat dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukuman bagi pelaku dapat berupa pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda antara Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik dan diharapkan aparat hukum segera mengambil langkah konkrit guna menegakkan keadilan serta memastikan bahwa program bantuan sosial benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang berhak.
Sampai berita ini diterbitkan, tim media belum dapat menghubungi Kepala Desa Sinar Bentang untuk mengkonfirmasi permasalahan tersebut. (DS/RD)