Sebelum Tersangka, Hakim Djuyamto Sembunyikan Tas ke Satpam PN Jaksel – Ada Uang Suap di Dalamnya?

67fc7fce51c66
8 / 100

Jakarta – Panthera Jagat News. 17 April 2025, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengungkap temuan baru dalam kasus dugaan suap terkait vonis lepas perkara ekspor crude palm oil (CPO) yang menyeret sejumlah hakim. Salah satu tersangka, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto, diketahui sempat menitipkan sebuah tas misterius kepada satpam pengadilan sebelum resmi ditetapkan sebagai tersangka.

“Benar (Djuyamto menitipkan tas ke satpam PN Jakarta Selatan),” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangan kepada wartawan, Kamis (17/4/2025), dikutip dari Antaranews.

Tas tersebut telah diserahkan satpam kepada penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada Rabu, 16 April 2025. Temuan dalam tas itu cukup mencengangkan: berisi uang dalam bentuk 37 lembar dolar Singapura serta dua unit telepon genggam.

“Baru kemarin siang diserahkan oleh satpam, yang ditutupi dua ponsel dan uang dolar Singapura 37 lembar kalau tidak salah,” ungkap Harli.

Meski begitu, Harli belum membeberkan maksud Djuyamto menitipkan tas tersebut. Ia hanya memastikan bahwa barang-barang dalam tas kini telah resmi disita oleh penyidik Jampidsus. “Berita acara penyitaannya sudah ada,” katanya.

Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus suap ini. Kasus ini berkaitan dengan putusan bebas terhadap tiga perusahaan besar dalam perkara ekspor CPO: PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

Para tersangka adalah Wahyu Gunawan (panitera muda perdata PN Jakarta Utara), dua advokat Marcella Santoso dan Ariyanto, serta Muhammad Syafei (tim legal Wilmar Group). Empat tersangka lainnya berasal dari unsur hakim: Muhammad Arif Nuryanta (Ketua PN Jakarta Selatan), Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom (hakim PN Jakarta Pusat), serta Djuyamto (hakim PN Jakarta Selatan).

Dalam perkembangan penyidikan, Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa Djuyamto yang kala itu menjabat sebagai Ketua Majelis Hakim dalam perkara CPO, menerima suap sebesar Rp 6 miliar dari Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang saat itu merupakan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

Sementara itu, Arif sendiri disebut menerima uang suap hingga Rp 60 miliar dari Muhammad Syafei, disalurkan melalui Wahyu Gunawan. Uang tersebut diberikan agar majelis hakim menjatuhkan vonis ontslag — yaitu menyatakan bahwa meskipun perbuatan para terdakwa korporasi terbukti, namun tidak dikategorikan sebagai tindak pidana.

Vonis tersebut memang akhirnya dijatuhkan. Dalam amar putusannya, majelis hakim yang dipimpin Djuyamto menyatakan bahwa ketiga perusahaan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan oleh jaksa, baik secara primer maupun subsider, namun menyatakan perbuatan itu bukan tindak pidana. Hasilnya, PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dilepas dari segala tuntutan hukum.

Atas perbuatannya, ketiga hakim, termasuk Djuyamto, dijerat dengan Pasal 12C jo 12B jo 6 ayat (2) jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *