Putusan MK: Keributan di Dunia Digital Tak Bisa Dipidanakan Berdasarkan UU ITE

6784ea212e2e7
4 / 100

Jakarta – Panthera Jagat News. Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan bahwa kerusuhan atau keributan yang terjadi di ruang digital—seperti di media sosial—tidak dapat dijerat sebagai tindak pidana berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Putusan ini dibacakan dalam sidang pleno yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).

Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan perkara nomor 115/PUU-XXII/2024, yang menguji konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU ITE sebagaimana diubah terakhir oleh UU Nomor 1 Tahun 2024.

“Menyatakan kata ‘kerusuhan’ dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2024 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai sebagai kerusuhan yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan di ruang digital/siber,” tegas Suhartoyo dalam persidangan.

Pasal 28 ayat (3) UU ITE mengatur bahwa seseorang yang dengan sengaja menyebarkan berita bohong melalui media elektronik dan menyebabkan kerusuhan, dapat dikenai pidana. Namun MK menilai rumusan tersebut multitafsir, karena tidak dijelaskan secara tegas apa yang dimaksud dengan “kerusuhan”.

Hakim Konstitusi Arsul Sani menjelaskan bahwa kata “kerusuhan” dalam konteks ruang digital tidak memiliki parameter hukum yang jelas dan dapat berpotensi menimbulkan kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat di internet.

“Bentuk kerusuhan dan keonaran itu tidak memiliki ukuran pasti dan tidak relevan dengan perkembangan zaman, terlebih di era digital seperti sekarang,” ujar Arsul.

Ia menambahkan, di tengah berkembangnya media sosial dan akses luas terhadap informasi, ekspresi warga negara di ruang digital seperti menyampaikan kritik atau pendapat atas kebijakan pemerintah adalah bagian dari demokrasi.

“Dinamika publik di ruang digital harus dipahami sebagai bentuk partisipasi masyarakat, bukan langsung dianggap kerusuhan yang layak diproses pidana oleh aparat penegak hukum,” imbuhnya.

Putusan ini menjadi penegasan bahwa dinamika percakapan di media sosial—termasuk debat, kritik tajam, bahkan pertentangan opini—tidak dapat serta merta dijerat pasal pidana jika tidak berdampak langsung terhadap ketertiban umum di dunia nyata.

MK menekankan pentingnya prinsip proporsionalitas dalam penggunaan UU ITE oleh aparat penegak hukum, agar tidak mengekang kebebasan berekspresi dan demokrasi digital di Indonesia.

Dengan demikian, mulai hari ini, kata kerusuhan dalam dua pasal tersebut hanya bisa diberlakukan jika merujuk pada gangguan nyata terhadap ketertiban umum di ruang fisik, bukan semata kegaduhan di platform digital. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *