Jakarta — Panthera Jagat News. Dukungan Presiden Prabowo Subianto terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset disambut antusias di kalangan publik sebagai komitmen serius dalam memberantas korupsi. Namun, peringatan datang dari tokoh senior politik nasional, Megawati Soekarnoputri, yang mengingatkan adanya potensi penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum jika undang-undang ini tidak dirancang secara ketat dan transparan.
Pernyataan tegas Prabowo itu diungkapkan dalam peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025). Di hadapan ribuan buruh, Prabowo menyatakan bahwa RUU Perampasan Aset merupakan salah satu instrumen penting dalam menindak para pelaku korupsi di Indonesia.
“Saudara-saudara, dalam rangka pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung!” seru Prabowo dari atas panggung.
Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya buruh, untuk mendukung langkah hukum tegas terhadap para koruptor.
“Bagaimana? Kita teruskan perlawanan terhadap koruptor?” teriaknya, yang dijawab dengan teriakan “Setuju!” dari massa buruh yang memadati kawasan Monas.
Namun di sisi lain, mantan Menko Polhukam Mahfud MD membeberkan adanya kekhawatiran dari Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, terkait kemungkinan RUU Perampasan Aset disalahgunakan oleh oknum aparat.
Dalam perbincangannya dengan Megawati, Mahfud mengungkap bahwa tokoh senior itu sebenarnya menyetujui konsep perampasan aset. Tapi ia juga memperingatkan adanya celah besar untuk praktik pemerasan terselubung jika pengawasan dan batasan hukum tidak ketat.
“Pak Mahfud, kami setuju Undang-Undang Perampasan Aset itu bagus. Tapi kalau sekarang diberlakukan, bisa terjadi korupsi yang lebih besar. Polisi dan jaksa bisa memeras orang agar asetnya tidak disita, diberi surat bersih asal bayar sekian,” kata Megawati.
Mahfud juga menyinggung bahwa penolakan atau penundaan pembahasan RUU ini kemungkinan tidak hanya soal teknis hukum, tapi juga mengandung aspek politis.
“Apa politisnya, kan gitu kan? Mungkin secara gurauan, mungkin diwakili oleh Pak Bambang Pacul, ‘Kalau pemerintah mau, jangan ke kami. Kami ini korea, ke sana,'” ujar Mahfud, menirukan pernyataan satire Bambang Wuryanto, Ketua Komisi III DPR yang akrab disapa Bambang Pacul.
Meski pemerintah telah menunjukkan komitmen untuk mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset, DPR belum menunjukkan urgensi serupa. Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, menyampaikan bahwa pembahasan baru akan dilakukan pada tahun depan, 2026, setelah revisi KUHAP rampung.
“Ya, mudah-mudahan selesai hukum acara pidana, kita akan masuk ke RUU Perampasan Aset,” ujar Nasir saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta (6/5/2025).
Menurut Nasir, fokus utama Komisi III saat ini masih pada revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang cukup kompleks, sehingga pembahasan RUU lain harus menunggu.
RUU Perampasan Aset ini sebenarnya bukan wacana baru. Pemerintah sudah mengusulkannya sejak tahun 2012, menyusul kajian yang dilakukan oleh PPATK sejak 2008. Bahkan, Surat Presiden (Surpres) untuk pembahasan RUU ini telah dikirim ke DPR pada 4 Mei 2023.
Namun hingga rapat paripurna terakhir DPR periode 2019–2024 pada 30 September 2024, RUU ini belum juga dibahas secara resmi, mencerminkan tarik ulur politik dan ketidaksepakatan antar fraksi.
Dukungan Presiden Prabowo terhadap RUU Perampasan Aset menjadi angin segar dalam perjuangan melawan korupsi di Indonesia. Namun, peringatan dari Megawati dan tertundanya pembahasan RUU ini menyoroti pentingnya kontrol, akuntabilitas, dan integritas dalam merancang instrumen hukum yang sangat strategis ini.
Publik kini menanti, apakah tahun 2026 akan benar-benar menjadi momentum pembahasan serius RUU ini, atau kembali tertunda di tengah tarik-menarik politik parlemen. (Red)