JAKARTA – Panthera Jagat News. Sidang lanjutan perkara perintangan penyidikan dalam kasus suap yang melibatkan buronan Harun Masiku kembali mengungkap fakta mengejutkan. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rossa Purbo Bekti, mengungkap dugaan keterlibatan pimpinan KPK periode sebelumnya dalam upaya menghalangi proses penyidikan terhadap Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.
Fakta tersebut terungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Jumat (9/5/2025). Rossa hadir sebagai saksi dalam sidang dengan terdakwa Hasto Kristiyanto, yang didakwa menghalangi penyidikan kasus suap yang menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku.
Sidang menjadi memanas saat kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) milik Rossa. Dalam BAP tersebut tercantum dugaan bahwa pimpinan KPK periode sebelumnya, yakni Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, dan Lili Pintauli Siregar, terlibat dalam perintangan penyidikan.
“Perintangan itu termasuk wewenang Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, dan Lili Pintauli Siregar selaku pimpinan KPK pada saat ekspose merintangi dan menggagalkan Hasto Kristiyanto menjadi tersangka,” kata Maqdir saat membacakan BAP Rossa.
Ia kemudian menanyakan kepada Rossa, “Pernah diperiksa enggak mereka?”
Rossa menjelaskan bahwa gelar perkara (ekspose) hasil operasi tangkap tangan (OTT) kasus Harun Masiku yang digelar pada 8 Januari 2020 direkam, dan rekaman itu telah disita sebagai barang bukti oleh tim penyidik. Dalam rekaman itu, terungkap bahwa para pimpinan KPK tidak menyetujui penetapan Hasto sebagai tersangka.
Lebih lanjut, Rossa menyebut bahwa saat gelar perkara berlangsung, Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri, justru tidak hadir.
Maqdir kembali menekan Rossa dengan pertanyaan mengenai mengapa para pimpinan yang diduga menghalangi penyidikan tersebut tidak pernah diperiksa, padahal mereka masih menjabat saat penyelidikan berlangsung.
“Bahkan pimpinan KPK saat itu masih ada di situ, makanya saya tanya, mengapa ketika orang-orang itu masih ada di situ, mereka tidak diperiksa sebagai saksi atau dilaporkan sebagai tersangka perintangan penyidikan?” cecar Maqdir.
Menanggapi itu, Rossa menyampaikan bahwa dirinya baru mendapat Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tambahan pada 2023, meskipun kejadian perintangan tersebut terjadi sejak 2020. Sejak itu, tim penyidik melakukan beberapa kali ekspose perkara.
Dalam salah satu ekspose tersebut, menurut Rossa, terdapat pernyataan dari salah satu pimpinan yang intinya melarang pengembangan penyidikan lebih lanjut terhadap kasus Harun Masiku.
“Salah satu pimpinan mengatakan bahwa, jangan ada pengembangan penyidikan lagi intinya di situ,” ujar Rossa.
Pernyataan ini kemudian ditafsirkan oleh tim kuasa hukum sebagai bentuk perintangan penyidikan yang jelas dan terang. Maqdir pun menilai bahwa tindakan pimpinan KPK saat itu secara langsung memengaruhi proses hukum yang tengah berjalan, dan mempertanyakan kenapa tindakan tersebut tidak ditindaklanjuti secara hukum.
Sidang ini membuka babak baru dalam drama panjang pencarian Harun Masiku yang hingga kini masih menjadi buronan. Sementara itu, sorotan terhadap integritas dan independensi KPK di bawah kepemimpinan periode sebelumnya kembali mencuat ke permukaan. (Red)