Majelis PN Bandung Tolak Putusan Sela: Lurah dan Camat Rancasari Mangkir dari Sidang

WhatsApp Image 2024 11 01 at 15.18.22 fac72d70
4 / 100

Bandung – Seputar Jagat News. Jum’at 1 November 2024. Dalam konteks perkara perdata dengan nomor 578/Pdt.G/2023/PN.Bdg, informasi yang dihimpun oleh awak media menunjukkan bahwa pemeriksaan setempat terhadap objek sengketa telah dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2024, bertempat di Jalan SMK, Kelurahan Cipamokolan, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung. Objek sengketa tersebut kini telah berdiri sebagai bangunan bertingkat yang merupakan lokasi Perguruan Tinggi Akademi Digital Bandung.

Dalam hal ini, Lurah Cipamokolan, Camat Rancasari, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung, yang masing-masing berperan sebagai tergugat, telah absen dalam sidang pemeriksaan saksi sebanyak tiga kali. Ketidakhadiran yang berulang ini menimbulkan pertanyaan tentang alasan di balik tidak hadirnya ketiga institusi pemerintah tersebut, terutama dalam konteks proses penyelesaian sengketa yang diajukan oleh ahli waris, Rd. Moch. Nurhadi bin Adiwangsa.

Salah seorang ahli waris, Poediah, memberikan keterangan kepada awak media saat meliput sidang pada 31 Oktober 2024. Ia mengekspresikan kekecewaan yang mendalam atas ketidakhadiran pihak pemerintah, yang ia anggap sebagai tindakan tidak menghargai pengadilan. “Sebagai warga negara yang taat pada hukum dan peradilan, saya sangat kecewa dengan perwakilan institusi pemerintah yang tidak hadir,” ujarnya. Poediah menambahkan, ketidakhadiran tersebut seolah memberi contoh yang buruk kepada masyarakat, mengisyaratkan bahwa ketidakpatuhan terhadap hukum dapat diterima.

Majelis Hakim yang menangani perkara ini terdiri dari Hakim Ketua, Bayu Seno Maharto, SH, MH, serta anggota Aloysius Rianto dan Eti Kurniati, SH, MH. Dalam putusan sela yang dibacakan pada 25 Juli 2024, pengadilan menolak eksepsi yang diajukan oleh tergugat dan menegaskan kewenangan Pengadilan Negeri Bandung untuk mengadili perkara ini. Pengadilan juga memerintahkan semua pihak untuk melanjutkan persidangan, serta menetapkan bahwa biaya perkara akan ditangguhkan dan dipertimbangkan dalam putusan akhir.

Kuasa hukum penggugat, HR. Irianto Marpaung, SH, dan Ferriansyah, SH, mencatat bahwa jawaban dari tergugat BPN Kota Bandung hanya memberikan keterangan mengenai sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 575 yang telah beralih nama, namun tidak menyentuh pada sertifikat lain yang relevan dengan sengketa. Penggugat mengungkapkan kekecewaannya atas kurangnya transparansi dari BPN terkait riwayat sertifikat SHM nomor 574 yang berada di atas nama Ir. Djohar Hayat dan sertifikat yang dimiliki oleh Khokahie dan Johan Indrachman.

Pada pemeriksaan setempat, kuasa BPN menjelaskan bahwa sertifikat SHM nomor 575 telah berubah menjadi SHM nomor 4532. Namun, informasi mengenai sertifikat SHM nomor 574 yang tiba-tiba muncul dan beralih ke SHM nomor 4531 atas nama Rika Fatmawati tidak dijelaskan secara memadai.

Dalam penjelasan yang diperoleh dari seorang pegawai kelurahan yang tidak ingin disebutkan namanya, diungkapkan bahwa pemilik sertifikat seharusnya dapat ditelusuri melalui catatan Kohir (C). “Kohir merupakan dasar kepemilikan yang jelas. Misalnya, sertifikat SHM nomor 574 seharusnya dapat ditelusuri asal-usulnya,” ungkapnya.

Lebih jauh, pegawai tersebut mencatat bahwa penggugat mengklaim kepemilikan berdasarkan Kohir nomor 547 atas nama Rd. Moch. Nurhadi bin Adiwangsa, yang ternyata tidak sejalan dengan riwayat kepemilikan sertifikat nomor 574 dan 575.

Lurah Cipamokolan, Tito Prihatin, dalam keterangannya pada 23 Agustus 2022, menyatakan bahwa sertifikat atas nama Rd. Moch. Nurhadi bin Adiwangsa telah diterbitkan atas nama Ir. Djohar Hayat. Namun, faktanya penerbitan sertifikat tersebut tidak berdasarkan Kohir 547, melainkan dari sumber lain.

Pertanyaan mendasar yang muncul adalah mengenai siapa yang menempatkan sertifikat tersebut di atas tanah yang dikuasai oleh penggugat. Penggugat menegaskan bahwa tanah tersebut telah dikuasai sejak tahun 1979 dengan adanya penjaga yang bertanggung jawab hingga tahun 2018, yang kemudian dilanjutkan oleh anaknya hingga tahun 2023. Hal ini menunjukkan adanya potensi sengketa yang lebih kompleks yang perlu diinvestigasi lebih lanjut.

Di lain pihak seorang pegawai Kelurahan di Bandung, yang tidak mau disebutkan namanya menerangkan kepada awak media, terkait permasalahan tanah, mengatakan “Sebenarnya ga perlu repot-repot adanya Sertifikat SHM muncul ada riwayatnya, dasarnya adalah Kohir (C), seperti yang terlihat dalam jawaban gugatan tergugat pemilik sertifikat SHM no. 574 yang sudah beralih menjadi SHM no 4531berasal dari Kohir (C) 1940 tolong ditanya ke Kelurahan atas nama siapa ini Kohir 1940,berarti asal pemiliknya itu. Demikian juga Sertifikat SHM no 575 yang sudah menjadi sertifikat SHM no 4532 berasal dari Kohir (C) 3157 tolong ditanya juga, siapa pemiliknya ini, berarti dia pemilik asal riwayat tanah tersebut,”

Lebih lanjut dia mengatakan “Penggugat mengatakan bahwa kepemilikannya berdasarkan asal dari Kohir (C) no. 547 atas nama Rd. Moch Nurhadi bin Adiwangsa, tentunya tidak nyambung dengan Sertifikat no. 574 dan No 575. Karena sertifikat tersebut tidak berasal dari Kohir 547. Sementara penjelasan dari Lurah Cipamokolan Tito Prihatin Spd.MM pada tanggal 23 Agustus 2022 menerangkan bahwa C 547 atas Rd Moch Nurhadi bin Adiwangsa telah terbit Sertifikat atas nama Ir. Djohar Hayat, Faktanya, terbitnya Sertifikat atas nama Ir Djohar hayat bukanlah berdasarkan C 547 melainkan dari yang lain. Pertanyaannya siapa yang menempatkan Sertifikat tersebut diatas tanah Nurhadi bin Adiwangsa? Sementara tanah tersebut dikuasai oleh Penggugat dengan menempatkan penjaganya (Ajat) dari Tahun 1979 sampai 2018 (meninggal) dilanjutkan oleh anaknya Agus Suhendar sampai dengan Tahun 2023 awal munculnya permasalahan,” ujarnya.

Awak media Seputarjagat news, mendapatkan data terkait riwayat sertifikat SHM no. 574 terbit pada pada 21 – 4 – 1986 atas nama Junaedi dan beralih kepada Ir Effendy Ermadi pada tanggal 19 – 7 – 1988 beralih kepada IR Djohar Hayat, dengan Akta jual Beli nomor : 198/12/BB/JB/VII/ 1987 yang dibuat di Notaris B. M. Sri Sugijarti Hartojo SH. Pada hari Senin Tgl 7 Juli 1987.

Kemudian Hal yang sama Sertifikat SHM no 575 berasal dari kepemilikan awal Ana dan Enis terbit pada tanggal 21 – 4 – 1986 dan beralih kepada Ir Effendy Ermadi, dan setelah itu pada tanggal 19 – 7 – 1988 beralih kepada IR Djohar hayat berdasarkan Akta Jual beli nomor : 197/11/BB/JB/VII/1987 yang dibuat oleh Notaris B. M. Sri Sugijarti Hartojo SH. Pada hari Selasa tanggal 7 Juli 1987 .

Sementara dalam Akta jual beli tersebut yang bertransaksi bukanlah Ir Effendy Ermadi langsung dengan Ir Djohar hayat melainkan sebagai kuasa Penjual adalah Doddy Heriyadi dan kuasa lisan Ir Djohar Hayat sebagai kuasa pembeli adalah Dr Yulidawati Hayat.

Artinya untuk kedua Sertifikat SHM no 574 dan no. 575 bertransaksi adalah orang lain dan bukan para pihak , tetapi dalam jawaban BPN kota Bandung tidak menjelaskan hal itu. Yang krusial lagi Akta jual beli no. 197 tertulis disebut dalam Akta tersebut disebut tanggal 7 Juli 1987 hari Selasa, Sementara untuk Akta no. 198 tersebut 7 Juli 1987 itu jatuh hari Senin. Ternyata ketika awak media kroscek hari yang sebenarnya 7 Juli 1987 adalah hari Selasa.

Ketika awak media menemui anak dari Doddy Heriyadi si penandatangan Kuasa Sebagai Penjual di Akte Jual Beli, tersebut yang bernama Shendy Pranoordy,

Menurut Shendy Pranoordy “Papa saya Doddy Heriyadi tidak pernah menandatangani Akte Jual Beli sebagai Kuasa penjual untuk orang lain, dan papa saya tidak kenal dengan Effendy Ermadi yang ada di sertifikat tersebut. Yang saya ketahui Papa saya Doddy Heriyadi sebelum meninggal dunia pada tahun 2023 mengamanatkan kepada saya untuk mengurus Sisa uang pembayaran tanah yang belum dibayar oleh IR Djohar Hayat yang terletak di depan kantor Kelurahan Cipamokolan.” pungkasnya. (Sam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *