MAARIF Institute Desak Penghentian Program Pembinaan Siswa di Barak Militer: Tiga Alasan Penting

Screenshot 2025 05 10 104909
8 / 100

JAKARTA – Panthera Jagat News. MAARIF Institute secara tegas meminta Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk menghentikan program pembinaan siswa di barak militer. Program yang digagas dengan dalih pendisiplinan pelajar tersebut dinilai tidak hanya keliru secara mendasar, tetapi juga berbahaya bagi perkembangan pendidikan dan masa depan anak-anak bangsa.

Direktur Eksekutif MAARIF Institute, Andar Nubowo, menyampaikan penolakannya terhadap pendekatan militeristik dalam dunia pendidikan dalam pernyataan tertulis yang dirilis Jumat (9/5/2025). Ia membeberkan tiga alasan utama yang menjadi dasar penolakan lembaganya terhadap program yang tengah dijalankan oleh Gubernur yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) tersebut.

  1. Kekerasan Simbolik dan Struktural dalam Dunia Pendidikan

Menurut Andar, pengiriman siswa ke barak militer merupakan bentuk kekerasan simbolik dan struktural. Program tersebut dianggap mengubah hakikat pendidikan menjadi alat penyeragaman yang menekan kebebasan berekspresi anak-anak.

“Dari perspektif psikologi pendidikan, gaya pendisiplinan seperti ini bukan hanya gagal membentuk kesadaran moral yang utuh, tetapi juga berdampak negatif terhadap pembentukan identitas remaja,” tegas Andar.

  1. Bertentangan dengan Reformasi Pendidikan Nasional

Pendekatan militeristik, lanjut Andar, secara langsung bertentangan dengan arah reformasi pendidikan nasional yang menempatkan siswa sebagai subjek utama dalam proses pembelajaran. Ia menilai, model ini memperkuat logika kekuasaan yang berbasis pada kepatuhan dan intimidasi, bukan pada dialog dan pemahaman.

“Pendekatan semacam ini tidak hanya menghambat pertumbuhan psikososial peserta didik, tetapi juga bertentangan dengan semangat pendidikan yang inklusif, bermutu, dan berkeadilan sebagaimana diamanatkan dalam kebijakan nasional,” ungkapnya.

  1. Siswa Dijadikan Kambing Hitam atas Masalah Sosial

MAARIF Institute juga menilai kebijakan ini menunjukkan kecenderungan pemerintah daerah untuk menjadikan siswa sebagai pihak yang disalahkan atas berbagai persoalan sosial seperti tawuran, merokok, konsumsi alkohol, hingga ekspresi identitas seksual.

“Pendekatan ini menyederhanakan persoalan dan gagal menggali akar struktural yang melatarbelakangi perilaku remaja. Justru yang dibutuhkan adalah ruang dialog, bimbingan, dan pembinaan yang manusiawi,” jelas Andar.

MAARIF Institute menekankan bahwa pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang membentuk karakter, bukan melalui paksaan atau intimidasi, tetapi melalui pendekatan yang menghargai hak, identitas, dan proses perkembangan peserta didik.

Dengan kritik tajam ini, MAARIF Institute berharap agar Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengevaluasi ulang program pembinaan siswa di barak militer dan menggantinya dengan kebijakan pendidikan yang lebih progresif dan ramah anak. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *