Kontraktor Pembangunan Alun-Alun Gadobangkong Diduga Merugikan Negara, Langgar Ketentuan Kontrak

48034d64 3926 48ce 9fde 12de3dd87937
10 / 100

Kabupaten Sukabumi – PANTHERAJAGATNEWS. Jum’at, 7 Maret 2025. Kasus dugaan pelanggaran kontrak oleh kontraktor pembangunan Alun-Alun Gadobangkong, Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, kini tengah menjadi sorotan publik. Berbagai pihak menilai bahwa pembangunan tersebut tidak hanya bermasalah secara teknis, tetapi juga berpotensi merugikan keuangan negara. Proyek yang dilaksanakan oleh PT Lingkar Persada KSO dan CV Adi Makmur ini seharusnya mengikuti ketentuan yang jelas dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB), namun banyak komponen yang tidak sesuai dengan yang tertulis dalam dokumen kontrak.

Alun-alun Gadobangkong yang direncanakan menjadi ikon baru Kabupaten Sukabumi dan bagian dari program Pemprov Jawa Barat, kini justru menjadi perhatian negatif di tengah masyarakat. Salah satu masalah utama yang kini viral di media sosial adalah pembuatan ornamen patung penyu yang terbuat dari kardus dan bambu. Padahal, proyek ini harusnya mengutamakan penggunaan bahan berkualitas tinggi seperti yang tertulis dalam RAB. Bahkan, banyak yang merasa bingung melihat hasil yang jauh dari harapan tersebut, sementara anggaran yang digelontorkan mencapai lebih dari 15,6 milyar rupiah.

Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh awak media Seputarjagat News, permasalahan ini mencuat setelah berita acara serah terima proyek pembangunan Alun-Alun Gadobangkong, dengan nomor 2907/HK.03.001/Sekre 000.2.5/7492/BPKAD/2024, yang ditandatangani oleh Dinas Perumahan dan Permukiman Jawa Barat, Dr. Indra Maha S.T. M.T., dan Sekda Kabupaten Sukabumi, H. Ade Suryaman, S.H., M.M. Dalam dokumen tersebut, total anggaran yang digunakan untuk pembangunan alun-alun ini tercatat sebesar Rp 15.679.756.800,-.

Namun, publik mulai mempertanyakan ketidaksesuaian antara apa yang diharapkan dengan realitas di lapangan, terutama terkait dengan ornamen patung penyu. Padahal, sebelumnya, Dinas Perumahan dan Permukiman Jawa Barat telah mencanangkan alun-alun ini sebagai ikon terkenal di Pelabuhan Ratu, ibukota Kabupaten Sukabumi.

Menanggapi hal tersebut, kontraktor yang mengerjakan proyek ini, PT Lingkar Persada KSO dan CV Adi Makmur, memberikan klarifikasi melalui siaran pers. Dalam keterangannya, kontraktor membenarkan bahwa biaya pembuatan patung penyu hanya sebesar Rp 30 juta, dengan menggunakan resin dan fiberglass—bahan yang umum digunakan untuk ornamen luar ruangan karena daya tahannya terhadap cuaca ekstrem. Adapun kardus dan bambu yang terlihat dalam video viral, diakui sebagai alat bantu sementara dalam proses pembuatan cetakan, bukan bagian dari struktur utama patung.

Terkait dengan kerusakan infrastruktur akibat gelombang pasang, pihak kontraktor menyatakan bahwa konstruksi tersebut memang tidak dirancang untuk menghadapi ombak langsung. “Untuk menghadapi gelombang besar, dibutuhkan pemecah ombak (breakwater),” ujar kontraktor tersebut, menyatakan bahwa kerusakan akibat faktor alam ini tidak dapat dihindari.

Namun demikian, hal yang lebih meresahkan adalah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menunjukkan adanya kekurangan volume pekerjaan yang belum sesuai dengan RAB. Temuan BPK mencatat bahwa beberapa item pekerjaan tidak tercapai sesuai spesifikasi yang dianggarkan, salah satunya adalah huruf penanda Alun-Alun Gadobangkong yang menurut audit seharusnya bernilai Rp 163 juta. Setelah dilakukan audit, nilai tersebut tetap sama dan kontraktor sudah mengembalikan jumlah yang tertera ke negara, sesuai prosedur.

Selain itu, terdapat temuan kekurangan volume lainnya yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 500 juta. Semua temuan ini sudah dibayar kembali oleh pihak kontraktor melalui mekanisme Tuntutan Ganti Rugi (TGR). Terhadap denda keterlambatan, yang disebabkan oleh kendala teknis dan permohonan perpanjangan waktu, kontraktor juga menyebutkan bahwa mereka telah membayar denda sekitar Rp 1 miliar sebagai akibat dari keterlambatan penyelesaian proyek.

Namun, meskipun pihak kontraktor mengklaim telah melakukan tindakan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, berbagai pihak, termasuk penggiat anti-korupsi, mempertanyakan dugaan pengurangan volume pekerjaan yang dapat merugikan negara. Ketua Umum Paguyuban Maung Sagara, Sambodo Ngesti Waspodo, mengungkapkan bahwa jika ditemukan adanya pengurangan volume pekerjaan yang disengaja, ini dapat dikategorikan sebagai tindak kecurangan oleh kontraktor.

“Saat kontraktor menerima Surat Perintah Kerja (SPK), mereka harus memahami dan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan yang tertulis dalam RAB. Jika ada pengurangan volume pekerjaan tanpa alasan yang sah, ini dapat menandakan adanya tindak kecurangan,” ujar Dodi, panggilan akrabnya.

Dodi menambahkan bahwa masalah ini telah sampai ke pengetahuan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang telah memerintahkan Inspektorat untuk melakukan audit lebih lanjut terhadap pekerjaan tersebut. “Jika Inspektorat menemukan bahwa kontraktor sengaja mengurangi volume pekerjaan, kami harap kasus ini segera diserahkan kepada aparat penegak hukum yang berwenang untuk ditindaklanjuti,” tegas Dodi.

Penyedia jasa konstruksi yang tidak mematuhi ketentuan dalam kontrak, termasuk pengurangan volume pekerjaan yang merugikan negara, merupakan pelanggaran hukum yang serius dan bisa dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam undang-undang jasa konstruksi serta peraturan perundang-undangan yang ada. Kejelasan atas masalah ini sangat diharapkan demi kepentingan negara dan masyarakat.

(HSN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *