Jakarta – Panthera Jagat News, Kamis (5/6/2025). Ketua Mahkamah Agung (MA) RI, Sunarto, menegaskan bahwa penyelesaian konflik melalui jalur mediasi merupakan wujud tertinggi dari keadilan. Ia menyampaikan bahwa para ahli hukum menyepakati satu prinsip utama: perdamaian adalah hukum tertinggi.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam acara Launching Pos Bantuan Hukum Desa/Kelurahan dan Pelatihan Paralegal dan Juru Damai bagi Kepala Daerah yang diselenggarakan di Kementerian Hukum dan HAM, Kuningan, Jakarta.
“Sehingga para ahli hukum mengatakan bahwa perdamaian adalah hukum tertinggi,” kata Sunarto dalam pidatonya.
Sunarto menjelaskan bahwa mediasi sebagai bentuk penyelesaian sengketa non-litigasi menawarkan banyak manfaat, terutama dalam meredam konflik emosional dan menghindari kerugian finansial jangka panjang.
Sebaliknya, penyelesaian melalui jalur pengadilan atau litigasi, meski memberikan putusan hukum yang sah, sering kali menyisakan luka sosial dan ekonomi.
“Suatu sengketa yang diselesaikan lewat jalur litigasi tak jarang hasilnya ibarat pepatah ‘menang jadi arang, kalah jadi abu’,” ujarnya.
“Meskipun salah satu pihak dinyatakan menang secara hukum, tetapi tak jarang meninggalkan efek negatif yang tak berkesudahan.”
Karena itu, Sunarto mendorong pendekatan mediasi dan musyawarah-mufakat untuk menjadi budaya penyelesaian konflik, khususnya di tingkat komunitas dan pemerintahan lokal.
“Dengan demikian kita tidak hanya menciptakan keadilan secara formal tetapi juga memperkuat keadilan sosial yang hidup di dalam masyarakat,” tambahnya.
Sunarto juga mengungkapkan data mencengangkan terkait jumlah perkara yang ditangani lembaga peradilan sepanjang tahun 2024. Di tingkat pengadilan pertama, tercatat sebanyak 2.927.815 perkara masuk. Di tingkat banding terdapat 30.217 perkara, dan di tingkat Mahkamah Agung sendiri sebanyak 30.991 perkara.
Jumlah perkara tersebut menurutnya menunjukkan tingginya beban kerja pengadilan di seluruh Indonesia.
“Oleh karena itu, penguatan mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau non-litigasi melalui mediasi yang efektif dan berbasis komunitas merupakan langkah strategis,” ujar Sunarto.
“Langkah ini bertujuan untuk menciptakan keadilan yang lebih cepat, sederhana, dan dengan biaya yang ringan.”
Dengan peluncuran Pos Bantuan Hukum di desa/kelurahan dan pelatihan juru damai, Mahkamah Agung memperlihatkan komitmennya untuk mendorong penyelesaian konflik yang inklusif dan partisipatif. Inisiatif ini dianggap penting untuk memperluas akses keadilan bagi masyarakat hingga ke tingkat paling dasar.
Pesan utama dari Ketua MA jelas: keadilan sejati bukan sekadar putusan hukum, tetapi ketika masyarakat dapat hidup berdampingan secara damai tanpa harus melalui proses panjang dan mahal di pengadilan. (Red)