Kejagung Diminta Selidiki Peran Oknum dalam Pengadaan Minyak Mentah Pertamina dengan BUMN Irak: Kontroversi yang Memperburuk Tudingan Mafia Migas

Screenshot 20250405 075730 Chrome
8 / 100

Jakarta – Panthera Jagat News. Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta untuk segera menyelidiki peran oknum-oknum yang terlibat dalam pengadaan minyak mentah Pertamina yang melibatkan BUMN Irak, State Organization for Marketing of Oil (SOMO). Permintaan tersebut datang dari Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, yang menyatakan bahwa Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung harus menelusuri lebih dalam kontrak kerjasama jangka panjang antara SOMO dan Pertamina, yang diketahui masih berlangsung hingga saat ini.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan, Yusri mengungkapkan bahwa kerjasama tersebut berfokus pada pengadaan 3 juta barel minyak mentah Basrah setiap bulannya, sebuah transaksi yang diduga melibatkan berbagai pihak dengan kepentingan yang saling berseberangan. Ia menekankan bahwa proses ini memerlukan pengawasan ketat untuk memastikan tidak adanya manipulasi atau penyalahgunaan wewenang di dalamnya.

Pendapat Yusri mendapat dukungan penuh dari Ketua Umum Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), Mirah Sumirat, yang juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap pengaturan dalam permainan impor minyak yang merugikan negara. Keduanya sepakat untuk mendukung Presiden Prabowo Subianto agar memerintahkan Jaksa Agung untuk mengusut tuntas semua pihak yang terlibat, tanpa pandang bulu.

“Jika Jaksa Agung dengan Jampidsus tidak mampu menuntaskan dengan menangkap semua pihak terlibat, kami minta Jaksa Agung dengan Jampidsus untuk dengan kesatria mengundurkan diri,” ujar Yusri dalam rilis yang diterima wartawan pada Jumat (4/4).

Sebagai bentuk dukungan konkret, Mirah Sumirat menyatakan bahwa ribuan pekerja akan turun ke jalan untuk menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kejaksaan Agung, menuntut agar keadilan ditegakkan untuk mengungkap mafia BBM yang selama ini merugikan rakyat. “Pekerja merupakan korban dari permainan mafia BBM selama ini,” tegas Yusri.

Kejanggalan lainnya muncul terkait dengan kontrak yang dijalin antara Pertamina dan SOMO. Yusri mengungkapkan bahwa pada tahun 2012, Pertamina menandatangani kontrak pengadaan minyak mentah Basrah sebanyak 2 juta barel per bulan menggunakan kilang SK Energi di Korea Selatan. Namun, kontrak tersebut kemudian diperpanjang dan diubah, dengan alokasi minyak ditambah menjadi 3 juta barel per bulan dan penggunaan kilang yang awalnya di Korea dialihkan ke kilang Shell di Singapura.

Perubahan ini semakin mencurigakan ketika Yusri mengungkapkan adanya penandatanganan kontrak yang melibatkan sejumlah tokoh penting, termasuk Menko Perekonomian era Presiden SBY, Hatta Rajasa, bersama petinggi Pertamina, serta tokoh legendaris Moch Reza Chalid. Bahkan, ia menyebutkan bahwa penandatanganan kontrak yang dilakukan di Irak tidak melibatkan tim negosiasi awal yang sebelumnya dipimpin oleh almarhum Ir Gigih Prokoso.

Yusri menambahkan bahwa baru-baru ini beredar luas di media sosial pemetaan pemain yang diduga terlibat dalam pengaturan pengadaan minyak mentah periode 2018 hingga 2023. Kasus ini sendiri tengah diselidiki oleh Tim Pidsus Kejaksaan Agung, yang diperkirakan telah merugikan negara sekitar Rp 193,7 triliun pada tahun 2023 saja.

Lebih lanjut, Yusri juga menyinggung peran mantan Direktur Utama Pertamina International Shipping (PIS), YF, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. YF diduga memiliki hubungan kekerabatan dengan HR, seorang tokoh yang disebut-sebut terlibat dalam permainan pengadaan minyak tersebut.

Di sisi lain, informasi dari pengamat intelijen Sri Rajasa MBA mengungkapkan adanya keterlibatan makelar kasus (markus) dan makelar jabatan (marjab) yang beroperasi di seputaran kasus korupsi Pertamina ini. Menurut Sri, modus operandi mereka adalah bekerja sama dengan aktivis anti korupsi untuk menciptakan kesan bahwa mereka memerangi korupsi, padahal di balik itu mereka berusaha melindungi tokoh-tokoh yang diduga terlibat dalam praktik korupsi.

“Kita semua harus bahu-membahu mendukung Presiden Prabowo Subianto untuk memerintahkan Kejaksaan Agung dan KPK serta BPK untuk mengusut tuntas mafia migas dan makelar kasus serta makelar jabatan,” pungkas Sri.

Kejaksaan Agung kini menghadapi tantangan besar dalam mengungkap skandal pengadaan minyak mentah ini. Dengan tekanan dari berbagai pihak, diharapkan penyelidikan dapat berjalan dengan transparan dan adil untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *