Jakarta — Panthera Jagat News. Nama Satria Arta Kumbara, mantan anggota Korps Marinir TNI Angkatan Laut, mendadak viral di media sosial usai muncul kabar dirinya bergabung dengan militer Rusia. Keputusan kontroversial ini tidak hanya menuai perhatian publik, namun juga berbuntut pada ancaman pencabutan status kewarganegaraan Indonesia yang dimilikinya.
Dalam sebuah video pernyataan yang diunggah oleh akun ISDS Indonesia pada 15 Mei 2025, Satria angkat suara atas polemik yang muncul. Ia melontarkan kritik pedas terhadap pemerintah yang dinilainya tidak adil dalam menyikapi warganya yang mencari penghidupan di luar negeri.
“Agak lain emang negara Konoha ini. Yang sibuk maling duit rakyat dilindungin. Rakyat yang cari duit di luar dengan passion dan skill sendiri diributin,” kata Satria dalam video tersebut.
Lebih lanjut, ia menyebut langkahnya bergabung dengan militer asing sebagai bentuk ikhtiar memenuhi kebutuhan keluarga karena merasa tidak memiliki akses atau “circle” seperti figur publik lainnya.
“Gue begini karena sadar diri bukan circle-nya Reza Arap. Jadi ya cari duit untuk keluarga ya seperti ini,” ujarnya.
Pernyataan Satria pun menambah panas perbincangan publik, apalagi setelah diketahui bahwa ia pernah berdinas di Kesatuan Marinir Cilandak dengan pangkat terakhir Sersan Dua (Serda).
TNI Angkatan Laut melalui Kepala Dinas Penerangan, Laksamana Pertama TNI I Made Wira Hadi, mengonfirmasi bahwa Satria telah dipecat secara resmi dari dinas militer berdasarkan putusan Pengadilan Militer II-08 Jakarta.
Putusan itu dijatuhkan secara in absentia pada 6 April 2023 karena Satria tidak menghadiri persidangan dan telah desersi atau meninggalkan tugas tanpa izin sejak 13 Juni 2022.
“Berdasarkan Putusan Perkara Nomor 56-K/PM.II-08/AL/IV/2023, Satria dijatuhi pidana penjara satu tahun dan tambahan hukuman pemecatan dari dinas militer,” terang Made Wira.
Putusan tersebut dinyatakan berkekuatan hukum tetap sejak 17 April 2023 dan menjadi dasar hukum pemberhentian Satria dari TNI AL.
Keterlibatan Satria dalam militer Rusia kini menyeretnya pada potensi kehilangan status sebagai Warga Negara Indonesia (WNI), mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Dalam Pasal 23 huruf d, disebutkan bahwa WNI dapat kehilangan kewarganegaraannya jika masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin Presiden. Sedangkan huruf e menyebutkan bahwa kehilangan kewarganegaraan juga bisa terjadi bila seseorang secara sukarela masuk ke dalam dinas negara asing, di mana jabatan tersebut di Indonesia hanya dapat dipegang oleh WNI.
Merespons situasi tersebut, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) kini tengah berkoordinasi dengan Direktorat Kewarganegaraan Kementerian Luar Negeri.
Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menyatakan bahwa Satria telah memenuhi unsur kehilangan kewarganegaraan.
“Saudara Satria Arta Kumbara telah memenuhi unsur kehilangan kewarganegaraan RI sebagaimana diatur dalam Pasal 23 huruf d dan huruf e, serta Pasal 31 ayat (1) huruf c dan d Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007,” ujarnya melalui pesan tertulis, Rabu (14/5).
Supratman juga telah meminta Kementerian Luar Negeri melalui KBRI Moskow untuk segera menyampaikan laporan resmi kehilangan kewarganegaraan atas nama Satria kepada Ditjen AHU Kemenkumham.
Kisah Satria Arta Kumbara menjadi sorotan karena mencerminkan dilema antara loyalitas kebangsaan dan realitas ekonomi individu. Meski langkahnya dinilai melanggar hukum, banyak pula pihak yang menyoroti latar belakang sosial dan motivasi pribadinya.
Kini, nasib kewarganegaraan Satria berada di tangan pemerintah Indonesia. Proses hukum dan administratif pun akan terus berjalan seiring dengan berkembangnya polemik seputar batasan nasionalisme dan keterlibatan WNI dalam konflik asing. (Red)