Dudung Abdurachman Tegaskan: Pengamanan Kejaksaan oleh TNI Berdasarkan MoU, Bukan Perintah Presiden

jenderal dudung abdurachman 32
8 / 100

Jakarta — Panthera Jagat News. Penasihat Khusus Presiden Urusan Pertahanan Nasional, Jenderal (Purn.) TNI Dudung Abdurachman, memberikan penjelasan terkait pengamanan yang dilakukan oleh prajurit TNI di lingkungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia. Dudung menegaskan, pengamanan ini bukan atas perintah Presiden Prabowo Subianto, melainkan merupakan pelaksanaan hasil Memorandum of Understanding (MoU) antara TNI dan Kejaksaan.

MoU tersebut telah ditandatangani pada 6 April 2023 saat Laksamana TNI (Purn.) Yudo Margono masih menjabat sebagai Panglima TNI. Menurut Dudung, kerja sama ini telah berlangsung lama dan mencakup berbagai aspek, seperti pendidikan, pelatihan, pertukaran informasi, hingga penugasan TNI di lingkungan Kejaksaan.

“Memang kerja sama TNI dengan Kejaksaan ini sebenarnya dilatarbelakangi nota kesepahaman yang dilaksanakan pada tanggal 6 April 2023. Ini zaman Panglima TNI masih Pak Yudo. Kerja sama ini sudah lama, kaitannya dengan masalah pendidikan, pelatihan, termasuk pertukaran informasi, bahkan penugasan TNI di lingkungan Kejaksaan,” jelas Dudung saat tampil dalam program Satu Meja Kompas TV, Rabu (14/5/2025).

Dudung menegaskan bahwa dasar pengamanan prajurit TNI di Kejaksaan bukan berasal dari perintah Presiden Prabowo Subianto secara langsung. Pengamanan tersebut merupakan hasil dari MoU yang disepakati antara TNI dan Kejaksaan sebagai bentuk kerja sama formal.

“Kalau menurut saya, dasarnya kan nota kesepahaman, jadi kerja sama, MoU baik ke (Kementerian) Pertanian, Kepolisian dan sebagainya, jadi dasarnya itu,” ungkap Dudung. Ia menambahkan, jika perintah pengamanan itu berasal dari Presiden, maka prosedurnya harus melalui undang-undang dan tahapan resmi, seperti darurat sipil atau darurat militer yang harus mendapat persetujuan DPR.

“Jadi presiden itu apabila beliau memerintahkan, itu pasti prosedurnya melalui undang-undang dan sebagainya, kalau misalnya ada tahapan-tahapan dalam rangka operasi. Contoh misalnya dari darurat sipil kemudian sampai darurat militer, baru itu presiden akan berperan, dan itu pun harus atas persetujuan DPR,” jelasnya.

Meski demikian, Dudung menegaskan bahwa Presiden sebagai panglima tertinggi TNI secara konstitusional pasti sudah mendapatkan laporan sebelum nota kesepahaman antara TNI dan Kejaksaan ditandatangani. Namun, dalam konteks pengamanan yang sedang berlangsung, menurut Dudung, tidak ada perintah langsung dari Presiden.

“Maka presiden sebagai penguasa tertinggi sesuai dengan konstitusional. Tapi kalau sudah ada nota kesepahaman, tentunya juga sebelum ada nota kesepahaman ini ditandatangani, itu dilaporkan kepada presiden, sudah pasti,” tuturnya.

“Tapi dalam pengerahan pasukan ini saya yakin tidak ada dari presiden, tapi dari dasar nota kesepahaman,” pungkas Dudung. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *