DPRD Jabar Kecewa: Gubernur Dedi Mulyadi Pangkas Bankeu Kokab Tanpa Melibatkan Dewan

Screenshot 2025 05 10 094141
8 / 100

BANDUNG – Panthera Jagat News. Polemik anggaran kembali memanas di Jawa Barat. Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat, Ono Surono, secara tegas menyampaikan kekecewaannya terhadap kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi yang memangkas drastis anggaran bantuan keuangan (bankeu) untuk kota dan kabupaten (kokab) dari Rp 1,7 triliun menjadi hanya Rp 500 miliar, tanpa koordinasi dengan DPRD.

Kebijakan sepihak tersebut, menurut Ono, berpotensi besar menurunkan kualitas dan kuantitas layanan publik di 27 daerah tingkat dua se-Jabar yang telah merancang program berbasis kebutuhan masyarakat, seperti pembangunan ruang kelas baru (RKB), layanan kesehatan, serta peningkatan sektor ekonomi lokal.

“Kami menyetujui bankeu Rp 1,7 triliun karena itu untuk kepentingan rakyat, berdasarkan usulan yang disampaikan oleh pemerintah kabupaten dan kota,” ujar Ono, Jumat (9/5/2025), melalui sambungan telepon. Ia menekankan bahwa angka tersebut bukan sembarangan, melainkan hasil pembahasan panjang antara DPRD, Pj Gubernur sebelumnya Bey Machmudin, serta para kepala daerah.

Ono menambahkan bahwa pengesahan angka Rp 1,7 triliun bahkan telah tertuang resmi dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 14 Tahun 2024 tentang APBD Jabar Tahun Anggaran 2025. Oleh karena itu, pemangkasan yang dilakukan oleh Gubernur Dedi Mulyadi dianggap bertentangan dengan keputusan kolektif yang sudah diambil secara formal.

“Efisiensi anggaran tidak bisa dijadikan alasan untuk mencoret anggaran pelayanan publik. Inpres 1/2025 dan SE Mendagri Nomor 900/833 justru menekankan akselerasi pembangunan sektor esensial seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi,” tutur Ono.

Ia juga menyindir Musrenbang program 2026 yang baru-baru ini digelar di Cirebon sebagai seremoni belaka, tanpa makna strategis, mengingat pembahasan APBD 2025 saja belum beres dan malah diubah sepihak. “Tidak mungkin program sebesar itu dibahas hanya dalam 1-2 jam dengan mendengar pidato gubernur,” kritiknya.

Tak hanya itu, Ono turut mengecam pernyataan Gubernur Dedi yang menyebut DPRD tak perlu dilibatkan dalam pembahasan program karena dianggap terlalu lama. “Pernyataan seperti itu sangat tidak menghormati mekanisme demokrasi. Sekarang yang paling penting adalah membahas kembali anggaran 2025 yang telah berubah secara sepihak,” tegasnya.

Kekecewaan juga datang dari Anggota Komisi I DPRD Jabar, Rafael Situmorang. Ia menilai tindakan Gubernur Jabar bertentangan dengan semangat tata kelola pemerintahan daerah yang demokratis dan transparan. “Pemerintahan ini bukan kerajaan. Dalam UU 23 Tahun 2014, pemerintahan daerah terdiri dari kepala daerah dan DPRD, bukan satu pihak saja,” ujar Rafael.

Rafael meminta klarifikasi resmi dari Gubernur Dedi atas keputusannya menghapus banyak alokasi belanja yang sebelumnya telah disepakati. Dalam Pergub 14/2025 tentang Perubahan Kelima Penjabaran APBD 2025, disebutkan bahwa banyak anggaran dicoret tanpa konsultasi atau pembahasan bersama DPRD.

“Rakyat Jawa Barat harus cerdas. Jangan biarkan anggaran yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik diubah-ubah sepihak,” seru Ono.

Pemangkasan bankeu ini berdampak signifikan, terutama pada kabupaten/kota yang sebelumnya sudah merancang program dengan alokasi dana yang kini hilang. Kabupaten Cirebon, misalnya, yang awalnya menerima Rp 143 miliar, kini hanya mendapat Rp 24 miliar. Kabupaten Garut juga merasakan hal serupa, dari Rp 189 miliar dipangkas menjadi Rp 38 miliar.

Dengan kondisi ini, DPRD Jabar mendesak Gubernur Dedi Mulyadi segera mengembalikan bankeu ke nilai semula, yakni Rp 1,7 triliun, demi menjamin kelangsungan program-program pelayanan publik yang sudah dirancang oleh daerah. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *