Sukabumi – Seputar Jagat News. Kamis, 30 Januari 2025. Pembangunan infrastruktur, khususnya jalan, merupakan kewajiban pemerintah dalam rangka memenuhi kepentingan umum dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, di Kampung Cikawung, Desa Purwasedar, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, terdapat indikasi bahwa proyek pembangunan jalan justru lebih mengarah pada kepentingan pribadi pejabat daerah, dalam hal ini Bupati Sukabumi, MH.
Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh tim media, jalan yang dibangun dengan anggaran sebesar Rp 595.000.000,- melalui Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Sukabumi pada tahun 2024, dengan pelaksana proyek CV. AD. K., diduga bukan untuk kepentingan umum. Proyek yang dimulai pada 18 September 2024 tersebut justru diarahkan menuju lahan pribadi yang dimiliki oleh Bupati MH, yang berlokasi di sekitar Air Terjun Curug Luhur.
Dugaan Kepentingan Pribadi dalam Pembangunan Jalan

Informasi yang diperoleh dari masyarakat setempat menunjukkan bahwa kawasan yang dilalui pembangunan jalan tersebut tidak memiliki pemukiman penduduk. Jalan tersebut melewati area persawahan, yang sebagian besar telah dibeli oleh MH. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa pembangunan jalan tersebut lebih ditujukan untuk meningkatkan akses ke tanah pribadi Bupati, yang berdekatan dengan Curug Luhur dan memiliki potensi pengembangan wisata.
Berdasarkan keterangan dari warga, tanah yang kini dikuasai oleh Bupati MH awalnya dimiliki oleh seorang warga bernama Mpap, yang beralamat di RT 30/RW 07 Kampung Cikawung. Tanah seluas kurang lebih 7 patok tersebut dibeli pada tahun 2020 oleh almarhum Deri, mantan Kepala Desa Purwasedar, dengan nilai transaksi sebesar Rp 60.000.000,-. Kemudian, tanah tersebut berpindah tangan menjadi milik Bupati MH, meskipun nama yang tercantum dalam dokumen kepemilikan belum diketahui secara pasti.
Selain itu, seorang warga berinisial HN yang berperan sebagai perantara dalam pembelian tanah mengungkapkan bahwa dirinya diperintah oleh almarhum Abah U, mantan Kepala Desa Mekarsari, untuk membeli tanah milik warga dengan harga berkisar antara Rp 2.000.000,- hingga Rp 4.000.000,- per patok. Tanah tersebut memiliki luas sekitar 5 hektar dan berlokasi di pinggiran Curug Luhur. Lebih lanjut, HN menyatakan bahwa akta jual beli tanah tersebut dibuat oleh Abah U atas nama pihak yang tidak disebutkan, namun diduga merupakan kepanjangan tangan dari Bupati MH.
Tidak Adanya Kepentingan Umum dalam Proyek Jalan

Keberadaan proyek jalan ini semakin dipertanyakan karena tidak adanya pemukiman penduduk di sepanjang jalur yang dibangun. Seorang warga RT 30/RW 07 Kampung Cikawung menyampaikan bahwa pembangunan jalan tersebut tidak membawa manfaat bagi masyarakat setempat. “Sama saja diaspal atau tidak, karena di sana bukan pemukiman penduduk. Yang menikmati ya pemilik tanah sekitar Curug Luhur itu, yaitu Pak Bupati,” ujarnya.
Lebih jauh, warga juga mengungkapkan bahwa lokasi tersebut pernah digunakan dalam kegiatan kampanye Pilkada oleh pihak yang diduga terkait dengan Bupati MH. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa proyek pembangunan jalan tersebut sarat kepentingan pribadi dan bukan untuk kepentingan umum sebagaimana mestinya.
Potensi Penyalahgunaan Anggaran dan Konflik Kepentingan

Jika terbukti bahwa proyek ini memang tidak memiliki urgensi bagi kepentingan masyarakat dan lebih ditujukan untuk kepentingan pribadi pejabat, maka terdapat indikasi kuat penyalahgunaan anggaran negara serta potensi pelanggaran hukum terkait konflik kepentingan. Sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penggunaan anggaran publik yang menguntungkan pihak tertentu secara melawan hukum dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi yang dapat diancam dengan pidana penjara dan denda yang berat.
Hingga saat ini, masyarakat setempat masih menunggu kejelasan dari pihak terkait mengenai dasar pembangunan jalan tersebut dan apakah telah melalui proses perencanaan yang sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran publik. Penyelidikan lebih lanjut dari pihak berwenang diperlukan guna memastikan bahwa anggaran negara digunakan sebagaimana mestinya untuk kesejahteraan masyarakat, bukan demi kepentingan pribadi pejabat daerah.
Sampai berita ini diterbitkan tim media belum dapat mengkonfirmasi Bupati Sukabumi dan Disperkim terkait permasalahan tersebut. (Hsn)