Jakarta – Panthera Jagat News. Dewan Pers resmi mengeluarkan hasil pemeriksaan atas tayangan televisi terkait kasus dugaan obstruction of justice (OOJ) atau perintangan penyidikan, yang menyeret Direktur Pemberitaan salah satu stasiun TV swasta, Tian Bahtiar, dalam perkara korupsi timah dan impor gula. Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa tayangan tersebut bukan merupakan produk jurnalistik, melainkan bagian dari kerja sama komersial.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan penelusuran dengan meminta keterangan dari pihak stasiun televisi terkait dan penyidik Kejaksaan Agung. Namun, dua kali undangan klarifikasi kepada Tian Bahtiar tidak mendapatkan respons.
“Setelah menganalisis dokumen dan keterangan yang diperoleh, Dewan Pers menilai bahwa tayangan tersebut merupakan hasil kerja sama resmi antara divisi marketing stasiun TV JakTV dengan kliennya senilai Rp484 juta. Tayangan ini bukanlah karya jurnalistik,” ungkap Ninik dalam keterangan tertulisnya.
Ia menegaskan bahwa tindakan kerja sama tersebut berada di luar ranah jurnalistik dan tidak menjadi tanggung jawab Dewan Pers. Media tempat Tian bekerja pun mengakui adanya kerja sama komersial tersebut, meskipun tidak disertai kontrak tertulis.
“Uang sebesar Rp484 juta diterima melalui tunai dan transfer dari Tian Bahtiar dan kliennya, dan digunakan untuk memproduksi konten seminar yang ditayangkan sebanyak empat kali,” tambah Ninik.
Dalam keterangan yang disampaikan Kejaksaan Agung kepada Dewan Pers pada 30 April lalu, terungkap bahwa penetapan Tian sebagai tersangka dilakukan berdasarkan dugaan adanya permufakatan jahat. Bukti-bukti yang disorot antara lain adalah publikasi tayangan yang dinilai bukan karya jurnalistik murni serta keterangan sejumlah saksi.
“Tian Bahtiar diduga membayar sejumlah buzzer sebagai bagian dari pemufakatan jahat tersebut,” ujar Ninik, mengutip keterangan resmi Kejaksaan Agung.
Lebih jauh, Tian juga diduga membuat berita berdasarkan pesanan dari JS, pengacara yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara korupsi ini. Kejagung menyebut bahwa hal tersebut merupakan bentuk intervensi terhadap proses hukum yang sedang berjalan.
Namun, produk tayangan media milik Tian tidak diserahkan kepada Dewan Pers, karena Kejagung menyatakan materi tersebut akan digunakan sebagai alat bukti dalam proses pengadilan.
“Dokumen dari Tim Penyidik Kejagung, yakni Tim 1, 2, dan 4, berisi unggahan konten negatif di media sosial yang berasal dari kelompok bernama Musafa dan Mufasa Cyber Army,” tambah Ninik.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa Tian Bahtiar bersama tersangka lainnya, JS dan MS, diduga melakukan permufakatan jahat untuk menyudutkan lembaga penegak hukum yang sedang menangani perkara korupsi timah dan impor gula.
“Tersangka TB, JS, dan MS diduga bersepakat untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung proses penyidikan, penuntutan, serta pemeriksaan perkara korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah, serta perkara korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama Tom Lembong,” jelas Abdul Qohar.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyeret nama-nama besar dan menyoroti peran media dalam ranah yang semestinya dijaga netralitas dan integritasnya. Dewan Pers pun menegaskan kembali pentingnya pemisahan yang tegas antara produk jurnalistik dan konten berbayar yang bersifat komersial, guna menjaga kepercayaan publik terhadap pers sebagai pilar demokrasi. (Red)