Dedi Mulyadi Bangga Dijuluki “Gubernur Konten”, Profesor Politik Ungkap Titik Lemah Strateginya

GUBERNUR KONTEN Gubernur Jawa Barat terpilih Dedi Mulyadi
8 / 100

Bandung – Panthera Jagat News. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dengan penuh percaya diri menanggapi julukan “Gubernur Konten” yang sempat dilontarkan Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, dalam rapat di DPR RI. Bagi Dedi, gelar tersebut lebih membanggakan dibanding menjadi “Gubernur Molor”.

Dalam pidatonya saat upacara Hari Kebangkitan Nasional 2025 di Lapangan Gasibu, Kota Bandung, Selasa (20/5), Dedi mengatakan bahwa pendapatan dari aktivitas kontennya di media sosial digunakan untuk membantu masyarakat secara langsung.

“Saya selalu ditanya, ‘Pak Dedi, duitnya dari mana ngonten?’ Habis itu dimasalahin lagi. Gubernur konten lebih baik, karena duitnya bisa diberikan pada rakyat, daripada jadi gubernur molor,” ujar Dedi, disambut tepuk tangan peserta upacara.

Tak hanya bicara, Dedi langsung memberikan bonus sebesar Rp 25 juta kepada petugas upacara dari depo pendidikan (dodik), yang diklaim berasal dari pendapatan pribadinya sebagai kreator konten. “Dapat uang saku, makannya enak, tidurnya nyenyak, berubah mental, bajunya bagus, pulang dapat bonus, gratis lagi,” ungkapnya.

Dalam pidato yang penuh gaya khasnya, Dedi juga menyentil gaya kepemimpinan yang hanya menghabiskan anggaran untuk protokoler dan perjalanan luar negeri. “Daripada gubernur tidur, gubernur protokoler, gubernur ingin dihargai, gubernur menghabiskan anggaran jalan-jalan ke luar negeri, teu hayang teuing aing,” ucapnya.

Ia juga menyatakan bahwa untuk memperbaiki sistem dan infrastruktur seperti gorong-gorong, Indonesia butuh pemimpin bermental kuat yang tahan terhadap kritik dan cibiran. “Biarkan yang nyinyir suruh sakit hati selamanya, karena Jawa Barat akan terus mengalami peningkatan pembangunan,” tegasnya.

Namun, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Burhanuddin Muhtadi, memberikan perspektif kritis terhadap gaya Dedi yang lekat dengan dunia konten digital.

“Dia membalik semua kehidupan real-nya ke dunia maya. Jadi, dunia nyata dijadikan ekstensi dari dunia maya,” kata Burhanuddin dalam program Kontroversi di Metro TV, Selasa (20/5/2025).

Burhanuddin mencatat bahwa Dedi telah membangun kekuatan digital sejak jauh hari. Ia kini memiliki sekitar 12 juta pengikut di Facebook, 3,5 juta di Instagram, dan hampir 8 juta subscriber di YouTube, menjadikannya salah satu kepala daerah dengan pengaruh digital paling besar.

“Bukan dari dia undang wartawan, tapi media banyak mengambil dari konten podcast atau TikTok dia,” ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia itu.

Meski demikian, Burhanuddin menyoroti titik lemah dari pendekatan konten yang serba diekspos. Ia mencontohkan insiden saat Dedi berdebat dengan remaja bernama Aura Cinta mengenai wisuda SMA yang viral di media sosial.

“Nah ini titik lemah juga. Kalau semua dikontenkan, bisa jadi ada kekhilafan. Interaksi kadang tidak bisa dikontrol. Debat dengan anak SMA itu secara politik kurang tepat,” jelas Burhanuddin.

Menurutnya, meskipun argumen Dedi bisa saja lebih kuat, namun suara vokal dan artikulasi Aura Cinta yang baik membuat perdebatan tersebut menjadi sorotan, terlebih karena diunggah oleh tim Dedi sendiri.

Meski memiliki sisi kontroversial, Burhanuddin menyatakan bahwa Dedi Mulyadi adalah pelopor penggunaan media sosial di kalangan politisi lokal. Ia berhasil mendobrak gaya kepemimpinan konvensional yang kaku dan stagnan. “Dia berhasil menunjukkan terobosan yang membuatnya berbeda dari kepala daerah lain,” ujarnya.

Dengan popularitas digital yang terus melonjak dan pendekatan blusukan plus berbasis konten, Dedi Mulyadi kini tidak hanya menjadi sosok penting di Jawa Barat, namun juga percontohan gaya kepemimpinan baru di era digital—meskipun tetap menyisakan ruang kritik yang tak bisa diabaikan. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *