Dana JHT Dibobol Sindikat, BPJS Ketenagakerjaan Subang Disorot: Data Pribadi Jadi Titik Lemah

85916996 1491 4c1f 9cba c6c8d0e2c764 ratio 16x9 1
8 / 100

Subang – Panthera Jagat News. Nasib nahas menimpa ALS (28), warga Subang, ketika ia mendapati bahwa dana Jaminan Hari Tua (JHT) miliknya di BPJS Ketenagakerjaan telah raib tanpa jejak. Dana yang selama ini ia kumpulkan dari hasil kerja kerasnya itu ternyata telah dicairkan oleh pihak tak bertanggung jawab sejak Januari 2024, tanpa sepengetahuannya.

Kepala BPJS Ketenagakerjaan Subang, M. Rifi Januar, mengaku prihatin atas kejadian ini dan menyatakan komitmennya untuk menggelar investigasi internal guna mengetahui bagaimana data pribadi peserta bisa bocor ke tangan pelaku kejahatan.

“Kami juga ingin tahu bagaimana data peserta bisa sampai jatuh ke tangan yang salah. Ini menjadi evaluasi besar bagi kami,” ujar Rifi.

Kapolres Subang AKBP Ariek Indra Sentanu mengungkapkan bahwa pelaku pembobolan merupakan pasangan suami istri ASM (35) dan LNR (35) yang menjalankan kejahatan secara sindikat. Mereka diduga beroperasi di sejumlah wilayah Jawa Barat seperti Bandung, Tasikmalaya, Cirebon, dan Kuningan, dengan perkiraan total kerugian mencapai ratusan juta rupiah.

Dalam operasi polisi, ditemukan sejumlah barang bukti yang menunjukkan betapa terstrukturnya modus kejahatan ini, di antaranya:

  • 37 e-KTP palsu
  • 16 kartu BPJS
  • 35 SIM card dari berbagai provider
  • 5 ponsel
  • Dokumen paklaring dan identitas palsu lainnya

Pasangan tersebut kini dijerat dengan Pasal 67 ayat (3) dan/atau Pasal 68 UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara dan/atau denda Rp6 miliar.

Koordinator Advokasi Jaminan Sosial BPJS Watch, Timboel Siregar, menyebut kasus ini bukan yang pertama. Ia menilai kelemahan sistem verifikasi data dan aplikasi digital BPJS menjadi pintu utama pembobolan.

“Kejadian seperti ini pernah terjadi beberapa kali. Modusnya sama, ada pemalsuan identitas dan pengajuan pencairan JHT tanpa hak,” kata Timboel.

Ia menyoroti aplikasi Jamsostek Mobile (JMO) sebagai potensi celah keamanan karena memungkinkan pencairan dana di bawah Rp10 juta secara online. Meski dilengkapi teknologi pengenal wajah, menurutnya, itu belum cukup untuk menangkal pelaku siber yang lebih canggih.

“Kalau pelakunya lebih canggih dari sistem, tetap saja akan kebobolan,” tegasnya.

Timboel juga mengingatkan kemungkinan adanya oknum internal yang terlibat, mengacu pada kasus-kasus serupa sebelumnya yang bahkan menyeret pejabat BPJS daerah.

Kasus ini mendapat sorotan tajam dari Komisi IX DPR RI. Netty Prasetiyani menuntut agar BPJS Ketenagakerjaan melakukan audit menyeluruh, dan membuka hasilnya kepada publik.

“BPJS harus menjelaskan secara terbuka ke publik: bagaimana data peserta bisa bocor? Sistem verifikasinya seperti apa sampai bisa kecolongan?” ujar Netty.

Ia menekankan bahwa imbauan agar masyarakat berhati-hati tidak cukup, tanpa perbaikan sistem keamanan digital. Negara, menurutnya, harus hadir secara nyata dalam melindungi data pribadi warga.

Senada dengan itu, Yahya Zaini, anggota Komisi IX lainnya, menyebut bahwa bekas HRD di perusahaan tempat korban bekerja diduga terlibat, menunjukkan bahwa pembobolan ini merupakan kejahatan siber yang kompleks.

“BPJS harus menjamin hak peserta tetap terpenuhi. Hak JHT harus tetap bisa dicairkan oleh korban,” tegas Yahya.

Direktur Eksekutif SAFEnet, Nenden Sekar Arum, menyatakan bahwa kasus ini menjadi indikator jelas lemahnya keamanan digital di lembaga publik.

“Ini adalah ironi besar. Data JHT bisa dicuri dari sistem yang seharusnya jadi garda depan perlindungan digital negara,” tegas Nenden.

Ia memperingatkan bahwa selama sistem BPJS Ketenagakerjaan tidak diperkuat, masyarakat akan terus berada dalam posisi rentan dan bisa jadi korban berikutnya.

Imbauan untuk Peserta JHT: Waspada dan Proaktif
Sebagai langkah antisipatif, masyarakat diminta untuk:

  • Mengunduh aplikasi JMO
  • Memantau saldo dan aktivitas JHT secara rutin
  • Menghindari penggunaan pihak ketiga dalam proses pencairan
  • Melaporkan segala kejanggalan pada kanal resmi BPJS

“Pencairan JHT adalah hak peserta. Namun prosesnya harus melalui kanal resmi dengan dokumen valid,” pungkas Kepala BPJS Ketenagakerjaan Subang, M. Rifi Januar.

Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, belum memberikan respons atas permintaan konfirmasi terkait kasus ini. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *