SUMEDANG – Panthera Jagat News. Pergerakan tanah yang disertai longsor di Desa Cisalak, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, terus menjadi perhatian publik. Tim ahli dari Universitas Padjadjaran (Unpad) turun langsung ke lokasi untuk melakukan kajian geologi. Hasil sementara menunjukkan bahwa kondisi tanah yang jenuh air dan kandungan tanah yang bersifat lembung menjadi pemicu utama terjadinya bencana.
Peristiwa pergerakan tanah ini terjadi pada Minggu (4/5) sekitar pukul 03.30 WIB, menyebabkan jalan penghubung dua dusun di wilayah tersebut amblas dan 17 rumah warga terancam longsor susulan. Hingga saat ini, 51 warga mengungsi ke Balai Desa Cisalak karena khawatir akan bahaya yang mengintai.
Ahli geologi Unpad, Irfan Sopian, yang melakukan tinjauan langsung ke lokasi terdampak di Dusun Sukaasih, menyampaikan bahwa wilayah tersebut tersusun dari material batuan vulkanik bagian atas, yang memiliki karakteristik mudah menyerap dan menahan air.
“Setelah saya melihat dari dekat dan melalui pemantauan udara dengan drone, terlihat jelas bahwa longsor terjadi akibat kadar air yang meningkat di dalam tanah. Terlihat adanya rembesan air di batas tanah yang masih poros dan kedap air, yang menjadi garis batas longsoran,” jelas Irfan pada Selasa (6/5/2025).
Menurutnya, potensi longsor susulan masih sangat tinggi karena rembesan air masih ditemukan di lokasi dan struktur tanah masih membentuk gawir-gawir terjal—permukaan bekas longsoran yang curam dan rawan runtuh kembali.
Irfan menambahkan, selain karena tingginya kadar air, sifat tanah lembung—yakni tanah yang mengembang saat basah dan menyusut saat kering—juga menjadi penyebab utama instabilitas lereng.
“Area ini merupakan tanah vulkanik muda yang mengandung material lembung. Ini menjadikannya rentan longsor, apalagi jika air permukaan tidak bisa disalurkan dengan baik dan menggenang di satu titik,” ujarnya.
Melalui pantauan udara, Irfan juga menemukan adanya jalur air dari dataran tinggi yang mengarah langsung ke area terdampak, sehingga setiap hujan deras bisa memperparah kondisi tanah.
Menanggapi dampak yang cukup besar, Irfan menyarankan agar pemerintah tidak terburu-buru membangun kembali infrastruktur seperti jalan yang tergerus, tanpa terlebih dahulu melakukan kajian teknis mendalam dan rekayasa penguatan lereng.
“Kalau memang mau dibangun kembali jalannya, harus dipastikan bahwa tidak ada gerakan tanah di bagian hulu atau mahkota longsoran. Harus dilakukan rekayasa geoteknik untuk memperkuat lereng sehingga aman dilalui warga,” tegas Irfan.
Selain itu, apabila longsor berpotensi meluas ke area permukiman warga, maka harus segera dipetakan dan dicari alternatif solusi, termasuk kemungkinan relokasi.
“Pemetaan menyeluruh dari permukaan tanah sampai ke kedalaman dan luas area terdampak menjadi sangat penting untuk mencegah jatuhnya korban di masa mendatang,” tambahnya.
Sementara itu, hingga hari ini, situasi masih belum stabil. Selain kerusakan jalan dan ancaman terhadap rumah warga, aktivitas warga terganggu, dan pemerintah setempat masih berfokus pada evakuasi serta penanganan darurat.
Peristiwa ini menjadi peringatan serius akan pentingnya pengelolaan kawasan rawan bencana serta mitigasi yang berbasis data geologi. Warga pun diimbau untuk tetap waspada dan mengikuti arahan dari tim tanggap darurat yang terus berjaga di lokasi.
(Red)