ADA APA DENGAN DISDIK KAB. SUKABUMI?MENGAPA BEGITU SULIT MENERBITKAN SURAT EDARAN YANG MEWAJIBKAN SEKOLAH MENCANTUMKAN IDENTITAS PENYEDIA BARANG/JASA DALAM TRANSPARANSI DANA BOSP?ADAKAH OKNUM “TIKUS” DI DALAMNYA?

4b0db125 8ba9 413e ac91 91b5a45ed4af
11 / 100

Sukabumi – PANTHERAJAGATNEWS. Rabu, 5 Maret 2025. Sikap tertutup Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi dalam transparansi penggunaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) kembali menuai sorotan. Hingga saat ini, Disdik belum juga menerbitkan surat edaran yang mewajibkan sekolah-sekolah mencantumkan identitas penyedia barang dan jasa dalam laporan anggaran yang dapat diakses oleh masyarakat.

Ketua Persatuan Orang Tua Peserta Didik Seluruh Sukabumi (POPDIKSI), Ujang Suherman, S.Pd., menegaskan bahwa pihaknya telah menyampaikan permohonan melalui berbagai pemberitaan di media massa, namun Disdik masih bergeming.

“Kalau memang tidak ada yang disembunyikan, mengapa sulit sekali untuk menerbitkan surat edaran tentang transparansi? Sekolah harus mencantumkan identitas penyedia barang dan jasa secara terbuka, termasuk alamat perusahaannya, sehingga orang tua siswa dan masyarakat dapat melakukan pengawasan,” ujar Ujang saat ditemui di Sekretariat POPDIKSI, Sukaraja, Sukabumi, Senin (03/03/2025).

Senada dengan itu, Sekretaris Umum POPDIKSI, Sulaemi, menilai bahwa lambatnya respons Disdik semakin memperkuat dugaan adanya kepentingan tertentu yang ingin menutup-nutupi aliran dana BOSP.

“Kami melihat ada pola yang berulang. Sekolah sering kali diarahkan untuk membeli dari penyedia tertentu, tanpa transparansi yang jelas. Jika memang tidak ada permainan, seharusnya Disdik tidak keberatan untuk menginstruksikan sekolah mempublikasikan identitas penyedia barang dan jasa yang menjadi rekanan mereka,” ujarnya dalam wawancara di Sukaraja, Senin (03/03/2025).

Seorang pemerhati pendidikan dan kebijakan publik berinisial HN mengungkapkan bahwa transparansi dalam pengelolaan dana pendidikan adalah keharusan demi mencegah potensi penyimpangan.

“Kita berbicara tentang anggaran yang sangat besar. Jika tidak ada transparansi mengenai siapa penyedia barang dan jasa di sekolah, maka potensi penyelewengan sangat mungkin terjadi,” ujar HN dalam diskusi pendidikan di Cisaat, Senin (03/03/2025).

Sementara itu, seorang kepala sekolah berinisial RW dari salah satu SD di Sukabumi Timur mengakui bahwa dalam beberapa tahun terakhir, sekolah memang diarahkan untuk bekerja sama dengan penyedia tertentu.

“Kami sering diberikan daftar rekomendasi penyedia, dan dalam beberapa kasus, sulit untuk menolak. Padahal, harga dan kualitas barang sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah,” ungkapnya dalam wawancara di kantornya, Selasa (04/03/2025).

Seorang guru di sekolah lain berinisial TR juga mengungkapkan keresahannya. Menurutnya, kebijakan tanpa transparansi ini membuat banyak tenaga pendidik merasa tertekan.

“Kami hanya menjalankan aturan dari atas, tapi kami juga melihat bahwa ada banyak kejanggalan. Jika ada keharusan mencantumkan identitas penyedia barang dan jasa, tentu sekolah juga akan lebih berhati-hati dalam memilih rekanan,” katanya saat ditemui di salah satu SMP di Sukabumi Utara, Selasa (04/03/2025).

image 2

Seorang perwakilan komite sekolah berinisial DS menyayangkan ketidakterbukaan ini.

“Sebagai komite, kami ingin tahu uang yang dikelola sekolah itu benar-benar digunakan dengan baik atau tidak. Kalau penyedia barang dan jasa ditutup-tutupi, bagaimana kami bisa memastikan bahwa tidak ada permainan harga atau penyedia fiktif?” ujarnya dalam pertemuan komite di Cibadak, Selasa (04/03/2025).

Seorang orang tua siswa PAUD di Kecamatan Sukabumi Timur yang juga bertugas sebagai aparat penegak hukum (APH), berinisial AN, menegaskan bahwa transparansi anggaran pendidikan bukan hanya tuntutan, tapi kewajiban negara.

“Dana BOSP ini bersumber dari APBN dan APBD, yang berarti uang rakyat. Sudah seharusnya penggunaannya bisa diaudit oleh publik. Jika ada yang keberatan dengan keterbukaan, itu patut dicurigai,” tegasnya dalam wawancara di rumahnya, Selasa (04/03/2025).

Sementara itu, seorang wali murid berinisial YL juga menyatakan keheranannya atas sikap Disdik yang seolah menghindari transparansi.

“Kalau semuanya berjalan bersih, kenapa harus takut terbuka? Masyarakat berhak tahu ke mana anggaran itu mengalir, termasuk siapa yang memasok barang dan jasanya,” ujarnya saat ditemui di salah satu SD di Sukaraja, Selasa (04/03/2025).

Dari kalangan LSM dan ormas, kecurigaan terhadap ketidakterbukaan ini semakin menguat. Seorang aktivis LSM antikorupsi berinisial RB mengungkapkan bahwa pihaknya sedang mengumpulkan data terkait indikasi penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa di sekolah-sekolah.

“Kami mencium adanya dugaan permainan di balik semua ini. Kami siap membawa temuan kami ke ranah hukum jika dalam waktu dekat Disdik tidak menunjukkan itikad baik untuk transparan,” tegasnya dalam wawancara di kantor LSM di Sukabumi, Selasa (04/03/2025).

Seorang pengurus ormas berinisial WP juga mengungkapkan hal yang sama.

“Kami akan mengawal masalah ini. Tidak boleh ada penyimpangan dalam dana pendidikan. Kalau perlu, kami akan menggelar aksi agar Disdik segera mengambil langkah nyata,” katanya saat ditemui di sebuah forum diskusi di Cisaat, Selasa (04/03/2025).

Langkah Tegas POPDIKSI dan Masyarakat

Jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan dari Disdik Kabupaten Sukabumi, POPDIKSI bersama berbagai pihak berencana mengambil langkah tegas, antara lain:

  1. Melaporkan dugaan ketidakterbukaan pengelolaan Dana BOSP kepada aparat penegak hukum.
  2. Meminta audit transparansi anggaran pendidikan kepada lembaga berwenang seperti Inspektorat dan BPKP.
  3. Menggandeng ormas dan LSM untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
  4. Melakukan aksi terbuka guna menekan pemerintah daerah agar segera mengeluarkan kebijakan transparansi yang jelas.

POPDIKSI menegaskan bahwa mereka tidak akan tinggal diam menghadapi dugaan ketidakberesan ini.

“Kami tidak akan berhenti sampai Disdik benar-benar menjalankan tugasnya dengan transparan. Masyarakat harus tahu ke mana dana pendidikan ini mengalir,” tutup Ujang Suherman.

Kini, publik menunggu langkah selanjutnya dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi. Apakah mereka akan segera menerbitkan surat edaran transparansi yang diminta? Ataukah ada sesuatu yang sengaja ditutupi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *