Pontianak – Panthera Jagat News. Puluhan umat Buddha dari Kecamatan Pemangkat, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, melaporkan dugaan perampasan aset Yayasan Catur Arya Satyani ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar. Laporan tersebut diajukan secara resmi oleh kuasa hukum umat Buddha, Raka Dwi Permana, pada Rabu (14/5/2025), dengan terlapor utama seorang oknum berinisial MJ yang disebut bukan beragama Buddha.
“Kami sudah resmi membuat pengaduan dan atau laporan ke Kejati Kalbar terkait adanya dugaan perampasan aset beserta yayasan umat Buddha oleh MJ yang bukan beragama Buddha,” ujar Raka kepada awak media, Kamis (15/5/2025).
Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut bukan sekadar persoalan hukum, namun juga berpotensi mengancam kerukunan antarumat beragama. Raka meminta aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejati Kalbar, untuk segera mengambil tindakan tegas agar situasi tidak berkembang menjadi konflik horizontal.
“Ini harus segera ditindak. Apalagi saat ini, mereka (oknum-oknum dari agama lain) diduga telah membangun rumah ibadahnya di atas lahan atau aset milik Yayasan Catur Arya Satyani,” tegasnya.
Kasus ini bermula pada 16 Oktober 2020, ketika sekelompok masyarakat—yang mayoritas diduga bukan beragama Buddha—menggelar pertemuan di Desa Jelutung, Kecamatan Pemangkat. Pertemuan itu juga dihadiri oleh Ketua Yayasan Catur Arya Satyani, Ngui Tjhan Kie. Agenda utama pertemuan adalah membahas pembentukan kepengurusan yayasan yang baru.
Namun, menurut Raka, proses pembentukan kepengurusan tidak berjalan sebagaimana mestinya dan pertemuan berakhir tanpa hasil final. Meski demikian, dalam pertemuan tersebut, Ketua Yayasan diduga sempat menyerahkan dokumen penting seperti akta perubahan yayasan dan sertifikat tanah kepada peserta berinisial MJ.
Tak lama setelahnya, tepat pada 17 November 2020, MJ diduga meminta Ngui Tjhan Kie untuk menandatangani surat berita acara perubahan kepengurusan yayasan, yang mencantumkan nama-nama pengurus baru yang mayoritas bukan beragama Buddha.
“Kami menduga Ketua Yayasan menandatangani dokumen itu dalam situasi yang penuh tekanan. Padahal, para pengurus baru yang tercantum diduga besar tidak beragama Buddha,” jelas Raka.
Lebih lanjut, Raka menyebut bahwa kini pihak-pihak yang disebut merampas yayasan bahkan telah membangun rumah ibadah sendiri di atas tanah milik Yayasan Catur Arya Satyani. Hal ini semakin memperkuat dugaan penguasaan aset secara tidak sah dan memunculkan keresahan di kalangan umat Buddha setempat.
Ketika dimintai keterangan terkait laporan tersebut, Kasi Penkum Kejati Kalbar, I Wayan Gedin Arianta, mengaku belum dapat memberikan pernyataan karena sedang menjalani cuti.
“Saya masih cuti, mungkin bisa langsung ke pelaksana harian,” ujar Wayan singkat, Kamis (15/5/2025).
Hingga saat ini, Kejati Kalbar belum memberikan keterangan resmi mengenai langkah tindak lanjut atas laporan tersebut. Umat Buddha di Sambas berharap agar pengaduan ini segera ditangani secara serius agar hak atas aset dan kepengurusan yayasan dapat dikembalikan secara adil dan sesuai hukum.
Kasus ini menjadi perhatian luas karena dinilai rawan memicu ketegangan antarumat beragama. Kuasa hukum Raka Dwi Permana menegaskan bahwa tujuan laporan ini adalah demi menegakkan keadilan, bukan memicu konflik antar kelompok agama.
“Kami ingin hukum ditegakkan, bukan menciptakan konflik. Aset keagamaan seharusnya dijaga, bukan dirampas. Semua pihak harus saling menghormati dan tidak mencampuri urusan agama lain, apalagi sampai mengambil alih yayasan yang bukan miliknya,” pungkasnya.
Laporan ini membuka babak baru dalam perjuangan umat Buddha di Pemangkat untuk mempertahankan hak dan keberadaan yayasan mereka. Masyarakat luas kini menanti langkah tegas dari aparat hukum guna menjaga keadilan dan persatuan dalam bingkai toleransi beragama. (Red)