Jakarta — Panthera Jagat News. Keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pengamanan kantor-kantor Kejaksaan di berbagai daerah dinilai sebagai langkah yang sah dan tidak melanggar konstitusi, selama dilakukan atas permintaan resmi dari lembaga negara yang berwenang.
Direktur Merah Putih Stratejik Institut (MPSI), Noor Azhari, menyatakan bahwa kehadiran TNI dalam pengamanan tersebut merupakan bentuk sinergi antar-lembaga dalam menjaga stabilitas nasional, terutama dalam situasi tertentu yang eskalatif.
“Selama kehadiran TNI dilakukan atas permintaan institusi resmi negara seperti Kejaksaan, dan bertujuan untuk mendukung proses penegakan hukum dalam situasi tertentu yang eskalatif, maka tindakan itu tidak melanggar prinsip-prinsip supremasi sipil maupun konstitusi,” ujar Noor Azhari dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (13/5/2025).
Ia menambahkan bahwa hukum nasional memberikan ruang bagi pengerahan kekuatan TNI dalam mendukung tugas-tugas non-tempur, termasuk pengamanan fasilitas vital negara, selama berada dalam koridor hukum.
“UU No. 3 Tahun 2025 tentang TNI, pada Pasal 7 ayat (2) huruf b, menyebutkan bahwa tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang mencakup membantu tugas pemerintahan dan pengamanan objek vital nasional. Jadi ini bukan militerisasi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Noor menegaskan bahwa kondisi eskalatif yang dapat mengganggu stabilitas politik dan ekonomi nasional juga harus menjadi pertimbangan.
“Kita tidak bisa menutup mata bahwa beberapa kasus penegakan hukum memiliki dampak besar terhadap suhu politik dan ekonomi. Dalam konteks seperti ini, pengamanan objek vital seperti kantor kejaksaan bukan sekadar soal keamanan fisik, tetapi juga menjaga kepercayaan publik terhadap proses hukum dan institusi negara,” tegasnya.
Ia juga menyinggung bahwa praktik seperti ini bukan hal baru dalam sistem kenegaraan. Di lembaga legislatif seperti DPR, prosedur untuk melibatkan pengamanan dari unsur TNI atau Polri sudah diatur dalam tata tertib.
“Artinya, ada mekanisme legal yang bisa dijadikan acuan, dan tidak serta merta dianggap sebagai bentuk militerisasi lembaga sipil. Pintunya sudah disediakan secara hukum. Tinggal bagaimana mekanisme dan prosedur formalnya dijalankan dengan benar dan akuntabel,” urainya.
MPSI mendorong agar setiap sinergi antarlembaga negara, termasuk pelibatan TNI, tetap berpegang teguh pada prinsip checks and balances serta pengawasan publik.
“Namun, selama tindakan tersebut untuk menjaga ketertiban, mendukung supremasi hukum, dan dilakukan dengan permintaan resmi lembaga negara, maka tidak ada pelanggaran konstitusi. Justru inilah bentuk adaptif negara dalam menjaga stabilitas di tengah tantangan kompleksitas nasional,” pungkasnya. (Red)