Bandung – PANTHERAJAGATNEWS. Sabtu, 29 Maret 2025. Pernyataan tegas Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), baru-baru ini menjadi sorotan publik. Dalam sebuah video yang diunggah melalui akun TikTok @teman.buatsemua, KDM menegaskan bahwa kepala sekolah harus berani menolak praktik pemerasan yang dilakukan oleh oknum yang mengaku sebagai wartawan atau anggota LSM.
Dalam pernyataannya, KDM mengingatkan agar pihak sekolah tidak melayani pihak-pihak yang hanya mengatasnamakan profesi jurnalistik atau aktivisme LSM dengan tujuan meminta uang. Menurutnya, mekanisme pengawasan yang sah terhadap penggunaan dana sekolah harus tetap mengacu pada audit resmi yang dilakukan oleh Inspektorat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Kalau ada yang mengaku wartawan atau LSM, belum tentu juga benar. Kalau tujuannya minta uang, jangan dilayani. Kita sudah punya alat ukur yang sah, yaitu audit Inspektorat, BPK, dan BPKP,” tegasnya.
Tanggapan dari Pimred Seputar Jagat News
Menanggapi pernyataan tersebut, Pemimpin Redaksi Seputar Jagat News, HR. Irianto Marpaung, SH, memberikan apresiasi terhadap ketegasan KDM dalam mencegah praktik pemerasan yang dilakukan oleh oknum yang mencoreng nama baik jurnalis dan LSM. Namun, ia juga mengingatkan bahwa tugas jurnalis yang sesungguhnya adalah mencari dan mengumpulkan informasi melalui wawancara, investigasi, dan observasi sesuai dengan kode etik jurnalistik.
“Kami sepakat dengan Kang Dedi bahwa oknum yang hanya mencari keuntungan pribadi harus ditindak. Tetapi, perlu dipahami juga bahwa jurnalis memiliki tugas untuk mencari kebenaran dan melakukan kontrol sosial. Jika akses jurnalis untuk melakukan konfirmasi ke sekolah-sekolah dihambat, maka ini bisa menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers,” jelasnya.
Pentingnya Hak Jawab dalam Jurnalistik
Lebih lanjut, Irianto Marpaung menekankan pentingnya hak jawab dalam pemberitaan. Ia mengingatkan bahwa Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 mewajibkan media memberikan kesempatan hak jawab kepada pihak yang diberitakan. Jika hak jawab tidak diberikan, maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran kode etik jurnalistik dan berpotensi dikenakan sanksi pidana dengan denda maksimal Rp 500 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 1 UU Pers.
“Kebebasan pers adalah bagian dari pilar demokrasi. Jika wartawan tidak diizinkan untuk melakukan konfirmasi dan mendapatkan hak jawab, maka berita yang disajikan bisa menjadi tidak berimbang dan cenderung sepihak,” tambahnya.
Dugaan Penyimpangan Dana BOS di SMA Negeri 3 Sukabumi
Dalam kesempatan yang sama, Marpaung juga mengungkap temuan investigasi terkait dugaan penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMA Negeri 3 Sukabumi. Menurut laporan Seputar Jagat News, dana BOS di sekolah tersebut diduga dipinjamkan kepada pemborong dengan bunga 10%.
Ketika awak media mencoba mengonfirmasi informasi ini kepada Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Sukabumi, IB, melalui pesan WhatsApp, yang bersangkutan memilih bungkam. Namun, seorang anggota komite sekolah yang juga merupakan peminjam dana tersebut mengakui bahwa ia meminjam dana BOS untuk keperluan proyek dan mengembalikannya dengan bunga 10% kepada bendahara komite sebelum akhirnya disalurkan kembali ke bendahara BOS.
Temuan ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin dana BOS dapat digunakan untuk kepentingan pribadi dan mengapa bisa lolos dari pemeriksaan Inspektorat dan BPK? Lebih parahnya lagi, komite sekolah sebagai pihak yang seharusnya mengetahui penggunaan dana BOS justru mengaku tidak mendapat informasi apapun.
Saat dimintai klarifikasi, Kepala Sekolah IB justru menyatakan bahwa ia tidak memiliki kewajiban untuk melaporkan penggunaan dana BOS kepada komite sekolah.
Seruan untuk Transparansi dan Klarifikasi dari Gubernur Jawa Barat
Melihat situasi ini, HR. Irianto Marpaung dan rekan-rekan jurnalis meminta agar Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi turut meluruskan persoalan ini. “Pernyataan Gubernur jangan sampai dijadikan alasan untuk menolak wartawan atau LSM yang memiliki niat baik untuk mengonfirmasi dugaan penyalahgunaan dana publik. Jika memang ada penyimpangan, maka harus diungkap,” tegasnya.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana pendidikan. Masyarakat berharap agar Gubernur dan pihak terkait segera mengambil langkah tegas untuk menindaklanjuti dugaan penyimpangan ini dan memastikan pengelolaan dana sekolah tetap dalam koridor yang benar.
(DS)