Pakar Hukum Peringatkan Potensi Dampak Negatif Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP

015633500 1713784670 WhatsApp Image 2024 04 22 at 16.57.04
7 / 100

Jakarta – PANTHERAJAGATNEWS. Minggu, 16 Maret 2025. R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Institute, mengingatkan akan dampak serius yang dapat timbul dari revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Haidar menilai bahwa revisi tersebut berpotensi merugikan sistem peradilan pidana Indonesia apabila dilakukan dengan tujuan untuk memperlemah atau memperkuat kewenangan lembaga aparat penegak hukum tertentu, yang dapat mengarah pada ketidakseimbangan dalam sistem hukum.

Dalam keterangannya yang disampaikan di Jakarta pada Rabu, 5 Februari 2025, Haidar menyampaikan kekhawatirannya terkait pengaruh revisi ini terhadap stabilitas sistem hukum di Indonesia. Menurut Haidar, revisi yang dilakukan tanpa memperhatikan prinsip checks and balances berpotensi memicu gejolak sosial yang serupa dengan penolakan masyarakat terhadap revisi Undang-Undang KPK pada tahun 2019. “Sebelum terlambat, kita harus mengingatkan Presiden Prabowo Subianto agar tidak membiarkan tragedi 2019 terulang kembali. Mengingat ini adalah tahun pertama pemerintahannya, Presiden tentu tidak ingin adanya gejolak yang mengganggu stabilitas,” ujar Haidar.

Haidar menegaskan bahwa revisi UU Kejaksaan dan KUHAP yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 seharusnya bertujuan untuk memperkuat akses, transparansi, dan kesetaraan dalam sistem peradilan pidana, bukan justru memperkuat otoritas satu lembaga atau pihak tertentu. Ia mengingatkan bahwa peran lembaga hukum di Indonesia harus didasarkan pada prinsip keadilan dan keseimbangan kekuasaan. “Revisi ini seharusnya tidak dimaksudkan untuk memperkuat kewenangan salah satu lembaga saja, apalagi sampai melucuti kewenangan lembaga lain yang justru dapat membuka celah untuk penyalahgunaan kekuasaan, praktik korupsi, dan melemahkan prinsip checks and balances dalam sistem hukum kita,” jelas Haidar.

Salah satu pokok permasalahan yang diangkat oleh Haidar adalah rencana pemberian kewenangan penuh kepada Kejaksaan dalam perkara pidana melalui asas dominus litis, yang menurutnya dapat berpotensi memperlemah pengawasan terhadap proses hukum. Asas dominus litis, yang memberi Kejaksaan kewenangan lebih besar dalam menentukan jalannya suatu perkara pidana, bisa menyebabkan terjadinya konsentrasi kekuasaan di tangan satu lembaga, mengurangi keterlibatan lembaga penegak hukum lainnya, serta memperburuk praktik korupsi dan penyalahgunaan kewenangan.

Haidar mengingatkan bahwa dalam setiap reformasi hukum, keseimbangan antara lembaga penegak hukum sangatlah penting untuk menjaga integritas dan transparansi sistem peradilan. Ia mengajak masyarakat dan pemangku kepentingan untuk mengawasi secara ketat setiap langkah yang diambil terkait dengan revisi kedua undang-undang tersebut, agar tidak menimbulkan dampak negatif yang dapat merugikan masyarakat dan merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum di Indonesia. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *