Kabupaten Sukabumi – PANTHERAJAGATNEWS. Selasa, 11 Maret 2025. Sebuah skandal dugaan penggelapan dana klaim asuransi BPJS Ketenagakerjaan mencuat di Desa Sinar Bentang, Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi. Melalui serangkaian informasi yang dihimpun awak media, oknum Kepala Desa (Kades) berinisial Sgn dan perangkat desa Rob diduga terlibat dalam tindak pidana penggelapan klaim BPJS Ketenagakerjaan yang merugikan negara dan masyarakat setempat.
Pada tahun 2022, pemerintah memberikan program yang memungkinkan kelompok tani dan kelompok ternak untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Namun, dalam praktiknya, oknum Kades Sgn bersama perangkat desa Rob diduga merekrut orang-orang yang tidak berhak sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, bahkan beberapa di antaranya adalah individu yang tengah sakit dan menjalani perawatan medis. Salah satunya, seorang warga berinisial N yang telah meninggal dunia, yang ternyata didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan oleh oknum-oknum tersebut tanpa sepengetahuan almarhum.
Menurut sumber yang dihimpun, KTP dan KK N diminta oleh Kades Sgn dan perangkat desa Rob dengan alasan untuk keperluan administratif, kemudian didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan di kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan Kota Sukabumi. Selanjutnya, pembayaran iuran bulanan atas nama N dilakukan oleh oknum Kades dan perangkat desa tersebut. Namun, tidak lama setelah pendaftaran, N meninggal dunia. Anehnya, klaim asuransi kematian yang seharusnya diterima oleh ahli waris tidak diserahkan langsung oleh BPJS Ketenagakerjaan, melainkan oleh Kades Sgn dan perangkat desa Rob, dengan jumlah yang sangat mencurigakan.
Klaim Asuransi yang Tidak Sesuai
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, besaran klaim asuransi kematian BPJS Ketenagakerjaan dapat mencapai Rp 42 juta, ditambah dengan beasiswa pendidikan untuk dua anak almarhum. Namun, menurut pengakuan seorang saksi, seorang warga Desa Sinar Bentang yang berinisial P, klaim yang diserahkan oleh oknum Kades dan perangkat desa tersebut hanya sebesar Rp 20 juta. Dengan kata lain, terdapat selisih sebesar Rp 22 juta yang tidak diserahkan kepada ahli waris. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa dana tersebut disalahgunakan oleh Kades Sgn dan perangkat desa Rob.
Lebih mengherankan lagi, klaim tersebut tidak diserahkan langsung oleh pihak BPJS Ketenagakerjaan kepada ahli waris, melainkan melalui oknum Kades dan perangkat desa. Keanehan tersebut menimbulkan pertanyaan besar terkait prosedur klaim yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.
Tindak Lanjut Masyarakat dan Warga yang Dirugikan
Kasus ini juga diungkapkan oleh warga lainnya, seperti ST, yang menduga adanya penggelembungan klaim yang merugikan ahli waris. Menurut penuturan ST, pada tahun 2023, Kades Sgn dan perangkat desa Rob datang ke rumahnya saat suaminya sedang sakit dan meminta fotokopi KTP dan KK tanpa penjelasan yang jelas. Setelah suaminya meninggal dunia, Rob mengklaim bahwa suaminya terdaftar sebagai anggota kelompok tani dan akan menerima santunan BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp 15 juta. Namun, klaim yang diterima oleh ST tidak sesuai dengan yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan sebesar 42 juta.
Begitu pula dengan pengakuan NS, yang melaporkan bahwa Kades Sgn dan Rob meminta fotokopi KTP dan KK tanpa penjelasan yang jelas. Setelah suaminya meninggal dunia, mereka mengurus surat isbat nikah dan memberikan santunan BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp 20 juta. Namun, ia baru mengetahui bahwa suaminya terdaftar sebagai anggota kelompok tani atas dasar itulah dia menerima santunan kematian BPJS Ketenagakerjaan yang sebelumnya dia tidak pernah mengetahui pendaftaran maupun pembayaran iuran berapa kewajibannya setiap bulan.
BPJS Ketenagakerjaan dan Proses Pencairan
Ketika pihak media mengonfirmasi hal ini kepada Basuki, bagian Pengendalian Operasional BPJS Ketenagakerjaan Kota Sukabumi, ia mengaku baru mengetahui adanya masalah klaim asuransi kematian ini setelah diberitahu oleh awak media. Menurut Basuki, prosedur klaim BPJS Ketenagakerjaan mengharuskan ahli waris untuk menyerahkan dokumen lengkap, termasuk surat nikah, kartu peserta BPJS, KTP, KK, dan buku tabungan atas nama ahli waris. Setelah itu, dana santunan kematian akan ditransfer langsung ke rekening ahli waris.
Basuki juga menyatakan keheranannya terkait klaim yang tidak diserahkan langsung kepada ahli waris, melainkan kepada pihak ketiga, dalam hal ini Kades dan perangkat desa. Ia menegaskan bahwa pihak BPJS Ketenagakerjaan akan menyelidiki lebih lanjut kasus ini agar dapat diungkap dengan jelas.
Ketika awak media menanyakan adanya klaim ansuransi yang tidak masuk ke dalam buku rekening BJB ahli waris tapi langsung diterima oleh Kades dan juga ada kemungkinan keterlibatan oknum BPJS Ketenagakerjaan dalam hal pencairan yang tidak semestinya tersebut
Kata Basuki “Ya saya kan belum tahu permasalahan ini dan tentunya akan kami telusuri dulu permasalahan ini biar jelas dan kenapa klaim santunan kematian Peserta BPJS Ketenagakerjaan tersebut tidak sampai kepada peserta sesuai aturan, yang mengakibatkan kerugian masyarakat dan juga negara, “kami akan menelusuri dulu terkait permasalahan ini” tegasnya.
Desakan Agar Aparat Penegak Hukum Bertindak
Sambodo Ngesti Waspodo, Ketua Umum Paguyuban Maung Sagara, menanggapi serius masalah ini dan mendesak agar permasalahan ini segera diserahkan kepada aparat penegak hukum, baik Kepolisian maupun Kejaksaan. Menurutnya, jika dugaan penggelapan dana klaim BPJS Ketenagakerjaan ini terbukti, maka perbuatan tersebut tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga merugikan negara. Pola yang diduga dilakukan oleh Kades Sgn dengan memasukkan individu yang sedang sakit ke dalam kelompok yang tidak jelas dan mengklaim dana asuransi BPJS Ketenagakerjaan bisa berpotensi merugikan keuangan negara.
Kesimpulan dan Langkah Selanjutnya
Kasus dugaan penggelapan klaim BPJS Ketenagakerjaan ini patut mendapatkan perhatian serius dari pihak berwenang. Diperlukan investigasi lebih lanjut untuk mengungkap secara transparan bagaimana mekanisme pencairan klaim ini dapat disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Dengan adanya laporan ini, diharapkan aparat penegak hukum dapat segera menindaklanjuti dan menyelesaikan kasus ini demi keadilan bagi masyarakat yang menjadi korban.
Hingga berita ini diterbitkan kepala desa Sinar Bentang sudah dikonfirmasi melalui pesan Whatsapp, namun pesan Whatsapp tersebut hanya dibaca dan tidak memberikan tanggapannya terkait permasalahan tersebut. (SKM/ RD)