Dugaan Skandal Korupsi Dana BOS dan BOPD di SMKN 1 GunungGuruh, KCD Wil V Sukabumi Diminta Bertanggung Jawab

547d115c 4de3 4c10 91a7 05045c9d8dda
10 / 100

Sukabumi – Seputar Jagat News. Rabu, 22 Januari 2025. Informasi yang dihimpun oleh awak media mengenai kondisi overload siswa di SMKN 1 GunungGuruh, Kabupaten Sukabumi, berpotensi menimbulkan masalah serius terkait penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Dana Otonomi Pendidikan Daerah (BOPD) Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data yang tercatat dalam Sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik), sekolah ini tercatat memiliki 1493 peserta didik yang tersebar di 22 ruang kelas, dengan fasilitas laboratorium yang terbatas, seperti dua ruang lab Teknologi Komputer dan Jaringan (TKJ), dua ruang lab Simdik, satu ruang lab DPIB, dan satu ruang lab Desain Komunikasi Visual (DKV). Kondisi ini telah memunculkan kekhawatiran mengenai kelayakan fasilitas yang ada untuk menampung jumlah siswa yang terus meningkat.

Kepala Sekolah SMKN 1 GunungGuruh, Ai Sumarni, mengonfirmasi hal tersebut saat dihubungi melalui sambungan telepon. Ia mengungkapkan bahwa sebagian siswa terpaksa mengikuti pembelajaran secara daring di rumah karena sekolah tidak mampu menampung mereka dalam kelas. Ai juga menyatakan bahwa kebijakan tersebut diambil atas dasar kesepakatan dengan Ketua Komite Sekolah.

Selanjutnya, berdasarkan informasi yang diperoleh oleh tim media Seputarjagat News, SMKN 1 GunungGuruh menerima dana BOS tahap pertama pada tahun 2024 sebesar Rp 1.269.485.000, yang ditujukan untuk 1577 siswa, yang dicairkan pada 18 Januari 2024. Rincian penggunaan anggaran untuk tahap pertama adalah sebagai berikut:

  • Penerimaan Peserta Didik Baru: Rp 54.765.000
  • Pelaksanaan Administrasi Kegiatan Satuan Pendidikan: Rp 478.454.493
  • Pemeliharaan Sarana dan Prasarana: Rp 510.690.507
  • Penyediaan Alat Multimedia Pembelajaran: Rp 42.200.000
  • Pembayaran Honor: Rp 183.375.000

Total Dana: Rp 1.269.485.000

Pada tahap kedua, yang dicairkan pada 9 Agustus 2024, jumlah dana yang diterima sekolah tetap sebesar Rp 1.269.485.000 dengan rincian penggunaan anggaran sebagai berikut:

  • Penerimaan Peserta Didik Baru: Rp 42.150.000
  • Pengembangan Perpustakaan dan Layanan Pojok Baca: Rp 58.303.797
  • Pelaksanaan Administrasi Kegiatan Satuan Pendidikan: Rp 808.772.906
  • Pengembangan Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan: Rp 49.000.000
  • Pemeliharaan Sarana dan Prasarana: Rp 311.258.297

Sementara itu, dana BOPD Provinsi Jawa Barat yang diterima sekolah untuk 1577 siswa berjumlah Rp 946.000.000, dengan setiap siswa menerima Rp 600.000.

Namun, terdapat indikasi penyalahgunaan anggaran, yaitu selisih antara jumlah siswa yang tercatat dalam Dapodik (1493 siswa) dan jumlah penerima dana BOS (1577 siswa). Hal ini mengindikasikan adanya mark-up atau penambahan jumlah siswa yang tidak sesuai dengan kenyataan. Selisih penerima dana BOS antara 1577 siswa dan 1493 siswa adalah 84 siswa, dengan total dana yang diduga dibayarkan secara tidak sah mencapai Rp 135.240.000. Diduga pula ada dana BOPD yang disalahgunakan, sebesar Rp 50.400.000 untuk 84 siswa yang tidak terdaftar.

Kecurigaan atas penyalahgunaan dana ini berpotensi merugikan keuangan negara dan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Terkait hal ini, penggiat pendidikan dan pemerhati dunia pendidikan, yang enggan disebutkan identitasnya, menilai bahwa tindakan tersebut sangat memprihatinkan. “Jika dugaan mark-up dana BOS dan BOPD ini terbukti, ini adalah contoh buruk dari seorang pendidik yang seharusnya menjadi teladan bagi siswa,” ujar pemerhati yang akrab disapa RB.

Ia juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap pengelolaan dana yang tidak transparan, serta beban tambahan yang dipikul oleh orang tua siswa berupa sumbangan sukarela untuk Program Keahlian Lintas Minat (PKL) yang mencapai Rp 1.500.000 per siswa.

Sementara itu, Ketua Umum Paguyuban Maung Sagara, Sambodo Ngesti Waspodo, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dugaan mark-up dana yang melibatkan pihak sekolah. Ia menegaskan bahwa tindakan seperti itu sudah termasuk dalam ranah tindak pidana korupsi, yang berpotensi merusak moral dan integritas pendidik. Sambodo juga mencatat keanehan bahwa aparat penegak hukum yang selama ini sering berkunjung ke sekolah tersebut, tidak mampu mengendus adanya penyalahgunaan dana pemerintah.

“Pengawasan terhadap sekolah-sekolah menengah, terutama yang menerima dana BOS, seharusnya dilakukan dengan lebih ketat. Kami, sebagai lembaga swadaya masyarakat, mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pencairan dana BOS dan BOPD, tidak hanya pada tahun ini, tetapi juga pada tahun-tahun sebelumnya,” tegas Sambodo.

Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah 5 Sukabumi belum dapat dihubungi untuk memberikan tanggapan terkait masalah ini. Pihak berwenang diharapkan segera menindaklanjuti temuan ini guna memastikan tidak terjadinya penyalahgunaan dana yang dapat merugikan negara dan mencederai dunia pendidikan.

(HR/DS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *