Sukabumi – Seputar Jagat News. Minggu, 29 Desember 2024. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Diaga Muda Indonesia dengan tegas mendesak Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah V Kota/Kabupaten Sukabumi untuk mengundurkan diri. Desakan ini dipicu oleh maraknya dugaan praktik pungutan liar (pungli) di sejumlah sekolah di wilayah tersebut.

Aksi protes yang digelar di depan Kantor Dinas KCD Pendidikan Wilayah V Jawa Barat, Jalan Raya Salabintana, Desa Karawang, Kecamatan Sukabumi, ini dihadiri puluhan anggota Ormas. Ketua DPD Sukabumi Raya, Ahmin Supiyani, menegaskan bahwa aksi ini merupakan respons atas keresahan masyarakat terkait praktik pungli yang dinilai semakin merajalela di institusi pendidikan.
KASUS PUNGLI DI SMKN 1 KABANDUNGAN
Hasil investigasi tim Seputarjagat News mengungkapkan bahwa di SMKN 1 Kabandungan, seorang wali murid berinisial S, orang tua siswa kelas X, mengeluhkan adanya pungutan sebesar Rp 3.800.000 yang dikemas sebagai “sumbangan pendidikan.” Dana tersebut disebutkan untuk mendukung program unggulan sekolah, termasuk kegiatan praktik.
Menurut S, pungutan ini disampaikan oleh Ketua Komite Sekolah pada pembagian rapor dengan menyodorkan surat pernyataan kesanggupan membayar. Meskipun beberapa wali murid sepakat memberikan sumbangan Rp 1.000.000, Komite Sekolah menolak nominal tersebut, bahkan tidak menyediakan dokumen resmi dengan kop surat Komite Sekolah.
“Pemerintah tidak pernah menginstruksikan pungutan, apalagi dalam bentuk pernyataan tertulis. Jika sumbangan bersifat sukarela, seharusnya tanpa tekanan atau dokumen resmi yang sifatnya memaksa,” tegas S kepada tim media.
Senada dengan itu, seorang wali murid lain berinisial P, yang juga menjabat sebagai Dewan Kelas, menyoroti bahwa pungutan ini sudah berlangsung bertahun-tahun dan diterima tanpa keberatan karena sekolah dianggap favorit. Namun, ia juga menyebut bahwa di SMKN 1 terdapat 780 siswa kelas X dengan 21 jurusan, sehingga pungutan seperti ini dinilai tidak adil bagi siswa dari keluarga kurang mampu.
RESPONS PIHAK SEKOLAH DAN KOMITE
Ketua Komite Sekolah SMKN 1 Kabandungan, Ade Hidayat, saat dikonfirmasi, menjelaskan bahwa pungutan ini muncul karena dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPD) tidak mencukupi untuk menjalankan program unggulan sekolah. Ia mengklaim bahwa proposal sumbangan disusun berdasarkan permintaan sekolah dan bersifat sukarela.
Namun, Ade juga mengakui bahwa siswa afirmasi atau pemegang Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) tidak diundang dalam rapat terkait sumbangan tersebut. Hal ini memicu pertanyaan terkait transparansi dan keadilan dalam pelaksanaan kebijakan sumbangan di sekolah tersebut.
Lebih lanjut, seorang pensiunan Kepala Sekolah (Kepsek) SMK Negeri di Sukabumi, berinisial DN, mengungkapkan bahwa pada masa jabatannya sebagai Kepala Sekolah, ia dilarang untuk meminta pungutan apapun melalui komite sekolah. “Pada masa saya menjabat, pungutan seperti itu tidak pernah diperbolehkan. Namun, sekarang justru diizinkan dengan alasan kebutuhan dana untuk program unggulan,” katanya.
Kemudian dia mengatakan “Saya heran kenapa SMKN 1 Kabandungan ini sudah beberapa kali dijabat oleh PLT, tidak ada yang di defenitif kan, sebelum sekarang Iwan kepsek SMK Negeri Pertanian Cibadak jadi PLT SMKN 1 kemudian setelah itu di PLT kan lagi kepada AI Sumarni, beberapa bulan lalu di Plt kan lagi kembali kepada Iwan dan sudah selai PLT nya sekarang ga tau siapa lagi ini. Ada apa ini KCD Pendidikan Wilayah V ini, saya ga kenal sih ” Paparnya.
REGULASI TIDAK DIINDAHKAN
Mengutip Permendikbud terkait komite sekolah, sumbangan seharusnya bersifat sukarela dan tidak memberatkan orang tua siswa, khususnya dari keluarga kurang mampu. Katarina Muliana Girsang, Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi, menegaskan bahwa jika sumbangan diberlakukan untuk semua orang tua tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi, hal tersebut berubah menjadi pungutan yang ilegal.
INKONSISTENSI KEBIJAKAN KCD WILAYAH V
Ironisnya, Kepala KCD Pendidikan Wilayah V, Lima Faudiamar, pernah mengeluarkan surat teguran resmi kepada sekolah lain yang terbukti melakukan pungutan tidak sah. Namun, dalam kasus SMKN 1 Kabandungan, ia justru menyetujui penggalangan dana yang dikemas sebagai sumbangan dengan menyertakan surat pernyataan kesanggupan membayar.
Hal ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Sejumlah pihak menilai tindakan tersebut sebagai bentuk inkonsistensi dan mencederai prinsip keadilan.
KETERANGAN BELUM DAPAT DIKONFIRMASI
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala KCD Wilayah V Provinsi Jawa Barat belum dapat memberikan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran yang terjadi di SMKN 1 Kabandungan. Masyarakat berharap aparat berwenang segera turun tangan untuk mengusut tuntas praktik pungli ini demi menjaga integritas dunia pendidikan.
Sampai berita ini di terbitkan KCD Pendidikan Wil V Kota/Kab Sukabumi belum dapat dikonfirmasi terkait permasalahan ini. (Hsn/Ds)