Jakarta – Seputar Jagat News. Jum’at, 15 November 2024. Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan penjelasan terkait kasus yang melibatkan Jaksa Jovi Andrea Bachtiar dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tapanuli Selatan (Tapsel), yang baru-baru ini menjadi sorotan publik. Kejagung menegaskan bahwa kasus ini bukanlah upaya kriminalisasi terhadap pegawai negeri sipil (PNS) tersebut, melainkan akibat perbuatannya sendiri yang melanggar hukum, khususnya terkait dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Kasus Berawal dari Tuduhan Tidak Berdasar
Kasus ini bermula pada Mei 2024, ketika Jovi Andrea Bachtiar mengunggah tuduhan yang tidak berdasar mengenai penggunaan mobil dinas Kepala Kejari (Kajari) Tapanuli Selatan untuk kepentingan pribadi. Melalui akun media sosial Instagram, Jovi memposting foto yang diambil dari TikTok yang memperlihatkan mobil dinas Kajari dan menambahkan narasi yang menuduh staf di Kejari menggunakan mobil tersebut untuk berpacaran. Tuduhan ini langsung menarik perhatian publik dan berujung pada proses hukum.
Kejagung Menegaskan Tidak Ada Kriminalisasi
Juru Bicara Kejaksaan Agung, *Harli Siregar, menanggapi viralnya kasus ini dengan tegas. Dalam keterangan tertulisnya pada **Kamis, 14 November 2024, Harli menegaskan bahwa *”Tidak ada kriminalisasi terhadap Jovi Andrea Bachtiar. Justru, perbuatan yang bersangkutan sendiri yang mengkriminalisasikan dirinya karena tindakan yang melanggar hukum.”* Menurutnya, kasus ini berkaitan dengan masalah pribadi antara Jovi dan korban, *Nella Marsella, seorang PNS di Kejari Tapsel, dan tidak ada kaitannya dengan institusi Kejaksaan.
Harli menambahkan bahwa Jovi mencoba membelokkan isu dengan memanfaatkan pernyataan yang tidak sesuai fakta, yang mengarah pada tuduhan seolah-olah ada campur tangan Kejaksaan Agung dalam kasus tersebut. “Yang bersangkutan mencoba membelokkan isu yang ada untuk mengalihkan perhatian publik dengan menimbulkan kesan bahwa Kejaksaan Agung terlibat dalam masalah pribadinya,” ujar Harli.
Tuduhan dalam Kasus Ini: Pelanggaran UU ITE
Jovi Andrea Bachtiar dijerat dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang mengatur tentang larangan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik yang dapat merusak kehormatan atau reputasi seseorang. Tuduhan yang diunggah oleh Jovi di media sosial mengarah pada penghinaan terhadap Nella Marsella, yang pada saat itu bekerja sebagai staf di Kejari Tapsel. Tuduhan tersebut berisi klaim bahwa Nella menggunakan mobil dinas Kajari untuk berhubungan intim dengan pacarnya, yang jelas tidak terbukti dan diduga hanya merupakan rekayasa Jovi untuk merusak reputasi korban.
Proses Hukum dan Sanksi yang Dihadapi Jovi
Terkait dengan perkembangan hukum, Harli menjelaskan bahwa *Jovi telah ditetapkan sebagai tersangka dan saat ini sedang menjalani proses penahanan. Selain dikenakan pidana, Jovi juga menghadapi *hukuman disiplin berat sebagai PNS. Hal ini berkaitan dengan ketidakhadirannya selama 29 hari kerja tanpa alasan yang sah, yang melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil, khususnya dalam Pasal 4 huruf f dan Pasal 11 ayat (2) huruf d angka (3) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Sebagai konsekuensi, Jovi telah diberhentikan sementara dari statusnya sebagai PNS sejak ditetapkan sebagai tersangka.
Mediasi dan Pembinaan yang Gagal
Kejaksaan Agung juga menegaskan bahwa sebelum kasus ini berkembang menjadi masalah hukum, pihak Kejaksaan telah melakukan berbagai upaya mediasi dan pembinaan terhadap Jovi, yang ternyata tidak membuahkan hasil. “Kami sudah berusaha untuk melakukan mediasi dan pembinaan terhadap yang bersangkutan, namun Jovi terus mengalihkan isu dan memperburuk keadaan dengan menggunakan media sosial untuk menyebarkan pandangan-pandangan yang tidak berdasar,” ungkap Harli.
Proses Hukum Tetap Berlanjut
Seiring dengan berjalannya proses hukum yang sedang berjalan, Kejaksaan Agung menegaskan bahwa kasus ini sepenuhnya merupakan persoalan pribadi antara Jovi dan korban, dan tidak melibatkan Kejaksaan Agung sebagai institusi. “Kami berharap masyarakat dapat melihat kasus ini secara utuh dan objektif, tanpa terjebak pada narasi yang dibangun oleh yang bersangkutan di media sosial,” kata Harli, menutup keterangan persnya.
Teguran untuk Media Sosial
Pihak Kejaksaan Agung juga mengingatkan agar para pegawai negeri sipil dan masyarakat pada umumnya lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Penggunaan platform digital harus mengikuti etika yang baik dan tidak menyebarkan informasi yang dapat merugikan orang lain, apalagi jika informasi tersebut tidak berdasarkan pada fakta yang jelas.
Kesimpulan
Kasus Jaksa Jovi Andrea Bachtiar di Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan menjadi contoh penting dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh seorang PNS. Kejaksaan Agung menegaskan bahwa tidak ada kriminalisasi terhadap pegawainya, dan setiap tindakan yang melanggar hukum akan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku, baik itu berupa sanksi pidana maupun disiplin. Publik pun diimbau untuk tidak terjebak dalam narasi sepihak yang dapat merusak integritas institusi hukum. (Red)