GARUT — Panthera Jagat News. Sejumlah kepala sekolah di Kabupaten Garut mengungkapkan keresahan mereka atas dugaan pemotongan Dana Program Indonesia Pintar (PIP) Aspirasi hingga mencapai 50 persen, yang diduga dilakukan oleh pihak pengusung bantuan. Mereka merasa berada di posisi sulit karena bantuan tersebut sejatinya sangat dibutuhkan siswa, namun pelaksanaannya kerap menimbulkan persoalan hukum dan tudingan negatif.
Keluhan para kepala sekolah ini mengemuka karena mereka kerap menjadi sasaran tuduhan oleh pihak-pihak yang mengaku sebagai wartawan atau aparat penegak hukum, seolah-olah merekalah pelaku pemotongan dana. Tak sedikit dari mereka bahkan harus menghadiri panggilan dari pihak kepolisian untuk memberikan keterangan terkait dugaan praktik tidak sah tersebut.
“Kami jadi serba salah karena di satu sisi, adanya PIP Aspirasi ini sangat membantu orang tua siswa yang tidak ter-cover oleh PIP Reguler, namun di sisi lain dengan adanya pemotongan yang dilakukan pihak pengusung, kami sering jadi korban, sehingga banyak kepala sekolah yang resah,” ungkap salah satu kepala sekolah yang meminta identitasnya dirahasiakan, Rabu (28/5/2025).
Menanggapi laporan tersebut, Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin, mengambil sikap tegas. Ia menegaskan bahwa siapa pun yang terbukti terlibat dalam pemotongan dana PIP Aspirasi harus diproses secara hukum untuk memberi efek jera.
“Kalau ada buktinya, silakan proses hukum biar ada efek jera,” kata Syakur kepada awak media.
Ia menambahkan, praktik pemotongan dana bantuan pendidikan seperti PIP tidak dapat dibenarkan karena berdampak langsung terhadap hak siswa dan merugikan keuangan negara. Bupati juga menyoroti pentingnya peran media massa dalam mengawal dan mengungkap setiap perkembangan kasus ini agar tidak menjadi praktik yang dibiarkan dan berulang.
“Memang ini, tidak benar ini, kalau dibiarkan bahaya,” tandasnya.
Syakur menyebut bahwa penegak hukum telah memberikan atensi terhadap kasus ini dan kini tengah berada dalam tahap penyelidikan. Ia mengapresiasi langkah tersebut dan mendorong agar penanganannya dilakukan secara menyeluruh dan transparan.
Menurutnya, praktik pemotongan PIP kerap terjadi karena adanya klaim jasa dari pihak-pihak yang merasa telah berjasa memasukkan data siswa ke dalam daftar penerima bantuan, padahal PIP adalah program murni dari pemerintah yang bertujuan untuk membantu anak-anak dari keluarga tidak mampu agar dapat terus melanjutkan pendidikan.
“Harusnya tidak boleh, kan PIP itu adalah program pemerintah yang intinya memberikan bantuan kepada masyarakat yang tidak mampu, dalam berkegiatan melaksanakan sekolahnya,” tutur Syakur.
Bupati Garut juga menjelaskan bahwa dana PIP memiliki nilai variatif, dan penggunaannya sangat vital bagi siswa — mulai dari membeli perlengkapan sekolah seperti tas dan sepatu, hingga menunjang kebutuhan lain dalam proses belajar-mengajar. Ia berharap keberadaan PIP dapat menjadi solusi dalam meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah (APS), khususnya di jenjang SMP yang saat ini sedang digenjot oleh Pemerintah Kabupaten Garut.
“Target saya adalah bahwa APS kita SMP khususnya akan meningkat, dan salah satu kendalanya adalah karena kondisi keterbatasan biaya. Salah satu solusinya kalau menurut saya adalah dengan menyediakan PIP,” pungkasnya.
Kasus dugaan pemotongan Dana PIP ini menjadi peringatan serius terhadap praktik-praktik menyimpang yang menyasar bantuan sosial pemerintah. Pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan masyarakat diminta untuk bersinergi dalam mengawasi dan menindak tegas penyimpangan agar program-program pendidikan benar-benar menyentuh sasaran. (Red)