Jakarta, Senin 26 Mei 2025 – Panthera Jagat News. Skandal dugaan keterlibatan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) sekaligus Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM), Budi Arie Setiadi, dalam praktik pengamanan situs judi online (judol) kembali menguat. Kali ini, desakan datang dari akademisi hukum yang menuntut Presiden Prabowo Subianto segera memberhentikan Budi dari jabatannya.
“Presiden sudah sepatutnya memberhentikan Budi Arie,” tegas Chairul Huda, pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), saat dihubungi media, Minggu (25/5/2025).
Chairul mengkritik respons defensif Budi Arie yang menyebut dirinya menjadi korban framing setelah beredarnya rekaman suara dan surat dakwaan pengadilan yang menyiratkan permintaan “jatah” hingga 50 persen dari praktik pengamanan situs judol.
“Kalau memang ada keterlibatan pihak lain, seharusnya Budi Arie jangan menutupinya,” ujarnya.
Chairul juga meminta penyidik Polda Metro Jaya menyelidiki lebih dalam dugaan gratifikasi atau suap terhadap Budi Arie. Menurutnya, kasus judol kini telah masuk dalam ranah tindak pidana korupsi (Tipikor) karena melibatkan penerimaan dana oleh penyelenggara negara.
“Penyidik harus mempertimbangkan penerapan pasal korupsi terhadap Budi Arie,” jelasnya.
Skandal ini mengemuka setelah surat dakwaan yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (14/5/2025) mengungkap bahwa Budi Arie saat masih menjabat sebagai Menkominfo meminta jatah 50 persen dari hasil praktik pengamanan situs judol. Nama Budi muncul dalam dakwaan terhadap sejumlah eks pegawai Kemenkominfo, termasuk terdakwa Zulkarnaen Apriliantony alias Tony Tomang.
Tak hanya itu, rekaman suara yang diduga suara Budi Arie memperlihatkan dirinya menyebut bahwa tudingan ini merupakan hasil tekanan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
“Itu fitnah, framing. Tony itu ditekan oleh PDI Perjuangan,” ujar suara yang diduga milik Budi Arie, dalam rekaman yang viral usai diunggah akun @Ary_PrasKe2 dan disebarluaskan oleh kader PDIP, Guntur Romli.
Dalam rekaman yang sama, Budi Arie juga menyebut bahwa pemberitaan negatif tentang dirinya merupakan bagian dari orkestrasi politik PDIP.
“Nanti bukti-bukti kita siapkan. Yang pasti ini PDIP,” cetusnya.
“Jangan ikut-ikutan orkestrasi mereka. Ini ujungnya PDIP semua,” lanjutnya, sembari mengaku tengah memetakan media mana yang menjadi kawan dan lawan.
Budi juga mempertanyakan motif PDIP dan mengaitkannya dengan rasa dendam terhadap Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
Keterlibatan PDIP sebelumnya juga disinggung oleh Teuku Afriadi, Koordinator Paguyuban Masyarakat Anti Berita Fitnah dan Hoaks. Pada November 2024, ia mengungkap bahwa terdakwa Zulkarnaen Apriliantony tercatat sebagai bagian dari struktur Tim Pemenangan Pilkada PDIP.
“Nama Tony memang tertulis dalam SK Nomor: 942/KPTS/DPP/V/2024 yang ditandatangani oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto,” ungkap Teuku, yang juga merupakan aktivis dan pendiri Komisariat GMNI UMSU.
Sementara terdakwa lainnya, Alwin Jabarti Kiemas, disebut sebagai keponakan dari mendiang Taufik Kiemas, suami Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Pada Rabu (21/5/2025), usai audiensi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Budi Arie enggan menjawab pertanyaan media terkait tudingan dirinya dalam surat dakwaan. Ia hanya memberi jawaban singkat:
“Gusti Allah mboten sare, Tuhan tidak tidur,” ucapnya pelan, lalu berlalu.
Saat dikejar pertanyaan soal tudingan terhadap PDIP sebagai dalang framing, Budi Arie memilih diam, hanya menunjukkan gestur tangan menolak menjawab dan ekspresi datar.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Presiden Prabowo Subianto ataupun pihak Istana terkait nasib Budi Arie. Desakan agar Presiden mengambil langkah tegas pun terus menguat, menyusul semakin jelasnya keterkaitan antara Budi Arie dan skandal yang menggerus kepercayaan publik terhadap pejabat negara.
Jika terbukti menerima bagian dari hasil pengamanan situs judi online, Budi Arie bisa dijerat pasal gratifikasi dan suap dalam Undang-Undang Pemberantasan Tipikor, yang ancaman hukumannya tidak ringan.
Kini, sorotan publik mengarah pada dua hal: akankah penegak hukum berani membuka semua tabir keterlibatan aktor-aktor besar dalam kasus ini, dan apakah Presiden berani mengambil keputusan politik untuk membersihkan Kabinet dari nama-nama bermasalah?
(Red)