BANDUNG – Panthera Jagat News. Di balik citranya sebagai pemimpin tegas dan penuh gebrakan, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ternyata menyimpan sisi yang tidak banyak diketahui publik. Hal ini diungkap langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat, Herman Suryatman, yang menyebut Dedi sebagai sosok “mahiwal”, atau dalam bahasa Sunda berarti tidak biasa.
Dalam pernyataannya kepada media, Sabtu (24/5/2025), Herman mengungkap bahwa Dedi Mulyadi memiliki kebiasaan unik dalam menyikapi penghargaan yang diterima oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Alih-alih menghadiri langsung penerimaan penghargaan, Dedi justru sering menugaskan pejabat lain dalam jajaran birokrasi.
“Kalau dapat penghargaan, beliau suka menugaskan kepada jajaran birokrasi. Tapi kalau ada bencana atau musibah, beliau yang paling depan,” kata Herman.
Salah satu contohnya adalah saat Pemprov Jabar menerima penghargaan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena dinilai sebagai provinsi dengan kinerja terbaik dalam penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Dedi tidak hadir langsung dalam seremoni tersebut, melainkan mengutus perwakilan.
Herman, yang telah mengabdi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) selama lebih dari 30 tahun—mulai dari lurah, camat, kepala dinas hingga menjadi Sekda—mengaku belum pernah bertemu dengan pemimpin seperti Dedi.
“Baru kali ini saya punya pimpinan yang beda dari yang lain. Aneh, mahiwal Pak Gubernur Kang Dedi Mulyadi,” ujarnya.
Namun, menurut Herman, keunikan karakter Dedi justru mencerminkan gaya kepemimpinan progresif dan taktis. Sosok Dedi tak bisa hanya duduk di balik meja, ia selalu ingin terjun langsung ke lapangan, terutama ketika menyangkut kepentingan masyarakat.
“Mahiwal, tapi untuk kebaikan,” tandas Herman.
Di balik pujian atas dedikasi tinggi, Herman juga berbagi cerita tentang betapa intensnya komunikasi antara dirinya dan sang gubernur. Ia menyebut Dedi Mulyadi sebagai gubernur paling “rewel” se-Indonesia, karena bisa menelponnya hingga 10 kali dalam sehari, dari pagi hingga malam, untuk memberikan arahan dan membahas berbagai persoalan daerah.
“Setiap hari menelpon Sekda tidak kurang dari sepuluh kali. Jam 5 pagi, pagi-pagi, siang hari, sore hari, sampai malam hari. Untuk memberikan arahan tentang banyak hal,” ungkap Herman dengan nada bercanda namun penuh kekaguman.
Meski kadang melelahkan, Herman menyebut hal itu sebagai bukti keseriusan dan kepedulian Dedi Mulyadi terhadap tugas dan rakyatnya. Ia tak pernah berhenti memikirkan cara untuk memajukan Jawa Barat.
Pernyataan Sekda ini memperkuat citra Dedi Mulyadi sebagai pemimpin otentik dan tak biasa, yang lebih memilih bekerja di lapangan daripada tampil simbolis, serta tidak segan mengintervensi langsung urusan teknis untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik. Sosok “mahiwal” ini, tampaknya, tengah menciptakan standar baru dalam kepemimpinan daerah. (Red)